Jakarta, Actanews.id – Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA PPO) Bareskrim Polri menggelar Sosialisasi Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 Tahun di Lingkungan Polri, Selasa (19/8/2025). Acara berlangsung di Ruang RPK Dittipid PPA PPO Bareskrim Polri, Lantai 1, serta diikuti secara luring dan daring oleh peserta dari internal Polri maupun lintas instansi terkait.
Kegiatan ini dihadiri Dir PPA PPO Bareskrim Polri Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah, Wadir PPA PPO Bareskrim Polri, para Kasubdit, serta personel jajaran PPA PPO. Secara daring, turut bergabung perwakilan Kementerian Sosial RI, Direktorat Pelayanan Tahanan dan Anak, Ditjen Pemasyarakatan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, pekerja sosial profesional, Kasubdit Renakta Polda jajaran, Kanit PPA Satreskrim Polres, hingga penyidik PPA dari seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya, Brigjen Pol. Nurul Azizah menegaskan pentingnya pedoman tersebut sebagai upaya memperkuat implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan penyesuaiannya dengan KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023).
“Anak adalah generasi penerus bangsa yang wajib kita lindungi. Dalam konteks penegakan hukum, anak tidak boleh diperlakukan semata-mata sebagai pelaku tindak pidana, tetapi juga sebagai individu yang berhak mendapatkan perlindungan, pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan,” tegasnya.
Ia menambahkan, pedoman teknis yang disusun Polri menjadi acuan seragam dan aplikatif bagi penyidik anak di seluruh Indonesia. Dengan adanya pedoman ini, diharapkan tidak terjadi perbedaan penafsiran di lapangan serta memastikan penanganan anak berjalan cepat, tepat, dan berlandaskan prinsip perlindungan anak.
“Melalui pendekatan keadilan restoratif, kita mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan pembalasan. Karena itu, saya berharap penyidik bersama seluruh pemangku kepentingan terus meningkatkan sinergi, mengedepankan musyawarah diversi, memberikan pendampingan menyeluruh, serta mendukung proses reintegrasi sosial anak agar mereka dapat kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat tanpa stigma,” jelas Brigjen Pol. Nurul Azizah.
Sosialisasi ini sekaligus menjadi wadah penyamaan persepsi antar aparat penegak hukum dan mitra terkait dalam penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), khususnya yang berusia di bawah 12 tahun. Dengan demikian, penerapan keadilan restoratif dapat dilaksanakan secara konsisten dan berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia.