Banyuwangi, Actanews.id – Sebuah rumah sederhana disudut Kota Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, sekaligus menjadi kantor media online Sastrawacana.id dan penerbit “Lintang“, ditempat itu sosok Maulana Affandi, S.S., seorang pegiat literasi secara aktif menulis, merancang, dan menggerakkan denyut literasi lokal Banyuwangi.
Sebagai alumnus Sarjana Sastra, lelaki 35 tahun yang akrab dipanggil Affandi ini, tidak hanya mencintai dunia literasi, tetapi juga menjadikannya sebagai jalan pengabdian. Ia telah membuat berbagai karya tulis yang menampilkan refleksi hidup, seperti buku berjudul Antologi Puisi Kemerdekaan, Pengalaman Masa Kecil yang Membekas di Hati, Yang Telah Berlalu, Kamulah pemeran utama, hingga Cinta Pentium Satu, sebuah buku yang diterbitkan oleh Gramedia dan telah distribusikan secara nasional.

Kiprah Affandi tak berhenti di meja tulis, namun Ia juga aktif diminta sebagai narasumber di berbagai forum diskusi oleh komunitas jurnalis dan pegiat literasi di Banyuwangi, serta dipercaya menjadi juri dalam Festival Sastra Banyuwangi 2024. Baginya, sastra bukan sekadar keindahan kata, tetapi juga sebagai alat refleksi, wadah mengisahkan kehidupan manusia, termasuk perlawanan. Bahkan, Affandi aktif mendonasikan buku ke berbagai sekolah, khususnya jenjang Sekolah Dasar, sebagai upaya membentuk generasi literasi sejak dini.
Affandi menilai, penulis lokal Banyuwangi memiliki potensi besar karena didukung oleh latar belakang historis daerah yang kaya akan sejarah, adat, dan budaya yang beragam serta menarik.
“Saya percaya penulis lokal di Banyuwangi punya potensi besar. Mereka butuh ruang dan perhatian khusus agar potensi itu bisa berkembang muncul ke publik,” ujar Affandi dalam salah satu perbincangan santai di kantornya, Selasa (15/4/2025).
Sebagai salah satu penggagas hak-hak penulis di Banyuwangi, Affandi terus menyuarakan pentingnya dukungan terhadap para penulis lokal, melalui komunikasi instens dengan pihak terkait. Menurutnya, literasi memiliki peran penting dalam membentuk pola pikir kritis dan kemampuan menyaring informasi, sehingga masyarakat Banyuwangi dapat berkembang menjadi lebih maju dan cerdas.
Lebih jauh, Affandi menekankan pentingnya memperhatikan latar belakang dan kearifan lokal dalam berkarya. Ia menilai, Banyuwangi dengan sejarah dan filosofi luhur yang dimilikinya, seharusnya menjadi sumber inspirasi utama bagi para penulis lokal.
“Filosofi lokal bukan sekadar cerita masa lalu, tapi nilai hidup yang luhur yang bisa membimbing kita dalam kehidupan sosial kita. Sebagai warga asli Banyuwangi, saya ingin sejarah dan nilai-nilai itu tetap hidup dalam tulisan-tulisan kita,” katanya.
Dengan karakter yang terbuka dan pemikiran yang sistematis, Affandi tidak sekadar menjadi penulis, tetapi juga berupaya tampil sebagai penggerak literasi yang visioner.