Korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah masalah besar yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan sosial dan ekonomi bangsa. Dampaknya begitu luas, mulai dari merugikan keuangan negara hingga menghancurkan tatanan sosial yang seharusnya menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam Islam, praktik-praktik ini tidak hanya dilarang, tetapi juga dianggap sebagai dosa besar yang merusak keadilan dan moralitas. Oleh karena itu, mengingatkan kembali prinsip-prinsip Islam dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan adil.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib, salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam, pernah menulis sebuah surat yang sangat relevan dengan situasi ini. “Tegakkanlah keadilan dalam pemerintahan Anda dan dalam diri Anda sendiri. Carilah kepuasan rakyat, karena ketidakpuasan rakyat memandulkan kepuasan segelintir orang yang berkedudukan istimewa,” ujarnya. Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa kepuasan rakyat harus menjadi prioritas utama dalam setiap keputusan pemerintahan. Ketidakpuasan yang timbul akibat ketidakadilan dan penyalahgunaan wewenang hanya akan menguntungkan segelintir orang, sementara rakyat banyak terus menderita.
Dalam ajaran Islam, pejabat yang diberi amanah untuk memimpin bahkan dengan melakukan sumpah, diharapkan memiliki integritas yang tinggi. Kisah Umar bin Abdul Azis, seorang khalifah yang dikenal dengan keadilannya, dapat menjadi teladan. Ketika ditawarkan hadiah dari para pengusaha, Umar dengan tegas menolaknya, meskipun mereka mencoba membandingkannya dengan hadiah yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. “Hadiah itu untuk Nabi, namun jika diberikan kepadaku itu adalah penyuapan,” jawabnya. Sebuah sikap yang menunjukkan bahwa dalam Islam, korupsi bukan hanya masalah moral, tetapi juga masalah agama yang harus dijauhkan oleh setiap pemimpin.
Lebih jauh lagi, Islam mengajarkan bahwa setiap tindakan harus dilakukan dengan kesadaran akan kehadiran Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Orang yang memberikan sogokan, yang menerimanya, dan menjadi perantara semua masuk neraka.” Hadis ini menegaskan bahwa korupsi adalah sebuah dosa besar yang melibatkan tidak hanya pelaku langsung, tetapi juga mereka yang berperan sebagai perantara kejahatan tersebut. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim, penting bagi kita untuk selalu merasa diawasi oleh Allah dalam setiap tindakan kita, termasuk dalam jabatan publik yang diberikan kepada kita.
Imam Al-Ghazali mengajarkan bahwa ketakwaan adalah benteng utama bagi setiap individu dalam menghadapi godaan untuk melakukan penyelewengan. Merasa takut dan malu di hadapan Allah adalah langkah pertama yang harus diambil oleh setiap pemimpin untuk mencegah dirinya terjerumus dalam perbuatan korupsi. Dengan kesadaran akan pertanggungjawaban di dunia dan akhirat, seorang pemimpin akan lebih cenderung untuk menegakkan keadilan dan menghindari segala bentuk penyalahgunaan wewenang.
Pemberantasan korupsi bukan hanya soal mengurangi praktik-praktik ilegal dalam pemerintahan, tetapi juga tentang menciptakan budaya kejujuran dan integritas yang mencerminkan nilai-nilai Islam.
oleh : Joko Tama