Penulis : Syafaat selaku Ketua Lentera Sastra Banyuwangi
Actanews.id – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI) telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Teknologi ini menawarkan potensi besar untuk meningkatkan proses belajar-mengajar, namun juga menghadirkan tantangan yang signifikan.
Guru kini dihadapkan pada tugas baru: mengintegrasikan teknologi, memanfaatkan peluang yang ada, sekaligus mempertahankan esensi pendidikan yang humanis. Dalam konteks ini, guru tidak hanya dituntut untuk memahami teknologi, tetapi juga untuk terus berperan sebagai teladan moral dan pembimbing bagi siswa.
Era AI membuka peluang besar bagi pendidikan.
Teknologi ini menghadirkan alat bantu seperti platform pembelajaran adaptif, chatbot edukasi, hingga analisis data siswa yang memungkinkan pengajaran lebih personal dan efektif. Namun, keberhasilan integrasi AI dalam pendidikan bergantung pada kesiapan guru untuk memanfaatkannya, bagi para siswa yang terbiasa berselancar di dunia maya, meraka sedikit banyak telah memahami bagaimana menggunakan AI dalam beberapa kplatform digital, dan bisa jadi mereka lebih mahir menggunakan AI daripada orang dewasa.
Di era ini, kata “gaptek” (gagap teknologi) tidak boleh lagi menjadi bagian dari kamus seorang guru. Ketidaktahuan terhadap teknologi dapat menjadi penghalang besar dalam proses pengajaran, terutama karena siswa semakin terbiasa dengan teknologi digital. Institusi pendidikan dan pemerintah perlu menyediakan pelatihan untuk memastikan guru dapat menggunakan teknologi, termasuk AI, secara efektif. Selain itu, guru harus memiliki inisiatif untuk belajar secara mandiri melalui kursus daring atau komunitas belajar.
AI telah mengubah peran guru. Dari satu-satunya sumber pengetahuan, guru kini menjadi fasilitator yang membantu siswa memilah informasi yang valid dari banjir data di era digital. Guru dituntut untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa agar mereka dapat memanfaatkan teknologi secara bijak.
Dalam hal ini guru dituntut untuk melek tehnologi, menguasai perkembangan AI yang terus berkembang, sehingga siswa akan terarah dalam penggunaan kecerdasan buatan tersebut.
Meskipun AI dapat menyampaikan materi dengan cepat dan efisien, ia tidak dapat menggantikan peran guru dalam memahami kebutuhan emosional dan sosial siswa. Guru harus tetap menjadi mentor yang mampu membangun hubungan personal dan memberikan inspirasi.
Menggunakan AI secara strategis, misalnya untuk tugas administratif, akan memberikan waktu lebih bagi guru untuk fokus pada interaksi langsung dengan siswa.
Penggunaan AI dalam pendidikan sering melibatkan data pribadi siswa. Guru bertanggung jawab memastikan keamanan teknologi yang digunakan, mematuhi standar etika, dan menjaga privasi siswa dari potensi penyalahgunaan. Hal ini sangat perlu dilakukan dengan mengingat data pribadi dapat di salah gunakan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.
Pendidikan tidak hanya tentang transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter. Di era modern yang penuh tantangan sosial, budaya, dan teknologi, peran guru dalam menanamkan moralitas dan etika menjadi semakin penting. Sebagaimana hymne madrasah dilingkungan Kementerian Agama, bahwa madrasah hadir untuk “menjawab arus tantangan zaman, menjadi benteng runtuhnya moral”.
Guru yang menunjukkan sikap jujur, disiplin, dan adil akan menjadi panutan bagi siswa. Keteladanan ini adalah cara paling efektif untuk mengajarkan nilai moral. Ketika siswa melihat guru menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, mereka akan lebih mudah menginternalisasinya.
Pelajaran seperti sejarah, agama, atau bahasa dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati. Misalnya, diskusi cerita moral atau integritas dalam penelitian ilmiah dapat memperluas pemahaman siswa tentang pentingnya etika. Siswa sering menghadapi situasi yang menantang secara moral, seperti tekanan teman sebaya atau konflik nilai. Guru dapat membimbing mereka melalui dialog terbuka, membantu siswa memahami dampak keputusan mereka, dan memilih tindakan yang sesuai dengan nilai moral.
Tantangan baru di era digital, seperti cyberbullying, plagiarisme, dan penyebaran informasi palsu, memerlukan perhatian khusus. Guru perlu mengajarkan siswa tentang etika digital, termasuk bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial, menghormati privasi, dan memverifikasi informasi.
Di tengah kemajuan teknologi AI, peran guru tetap tidak tergantikan. Guru adalah penghubung antara teknologi dan kemanusiaan, mengintegrasikan alat modern dengan nilai-nilai etika untuk membentuk generasi yang cerdas sekaligus berkarakter. AI hanyalah alat yang membantu, sementara kreativitas, empati, dan kepemimpinan manusia tetap menjadi inti pendidikan.
Melalui keteladanan, pembelajaran berbasis nilai, dan bimbingan etika digital, guru dapat membentuk siswa menjadi individu yang tidak hanya berpengetahuan tetapi juga bertanggung jawab dan peduli terhadap sesama. Dalam dunia yang terus berubah, peran guru dalam menjaga keseimbangan antara teknologi dan moralitas adalah fondasi bagi terciptanya peradaban yang lebih baik.