banner 728x250
Sastra  

Kebaikan Hati di Tengah Dunia yang Kian Egois

Ditengah dunia yang semakin keras dan kompetitif, kebaikan hati sering kali dianggap sebagai kelemahan. Dalam masyarakat yang lebih mengedepankan keberhasilan materi dan posisi, nilai-nilai kemanusiaan kerap terpinggirkan. Kebaikan yang tulus menjadi semakin langka, bahkan sering disalahartikan atau dimanfaatkan oleh mereka yang lebih mementingkan kepentingan pribadi.

Fenomena ini bukan hanya sekadar perasaan, tetapi kenyataan yang semakin terlihat jelas. Banyak orang yang tak segan memanfaatkan kebaikan hati orang lain demi keuntungan pribadi tanpa merasa bersalah. Sering kali, mereka yang berusaha membantu dengan tulus malah menjadi pihak yang dirugikan. Ironisnya, dunia kini justru menilai setiap tindakan baik dengan kecurigaan, bahkan mencurigai niat tulus di baliknya. Sebuah siklus saling curiga yang mengisolasi kita satu sama lain. Kebaikan hati dianggap kelemahan, sementara egoisme dan ketidakpedulian dianggap cara yang lebih efektif untuk bertahan hidup dan bahkan memperkaya diri.

Padahal, kita tak boleh lupa bahwa sukses sejati bukanlah soal materi atau posisi yang kita capai, tetapi tentang memiliki kualitas hidup yang bermakna. Kebaikan hati adalah bagian dari kualitas hidup itu. Ketika banyak yang mempertanyakan keberlanjutan kebaikan dalam dunia yang serba egois ini, kita justru perlu mengingat bahwa ketulusan tidak pernah sia-sia.

Pernahkah kita menyaksikan acara reality show yang menguji sejauh mana orang mau membantu sesama? Dalam sebuah acara, seseorang tampil dengan penampilan lusuh dan kumal, meminta bantuan dari orang-orang yang ditemuinya. Banyak yang menolak, mencurigainya sebagai penipu, atau bahkan merespon dengan kasar. Namun, ada satu sosok yang tetap membantu tanpa prasangka: seorang penjual krupuk bersepeda tua. Meskipun hidup dengan keterbatasan, ia memilih untuk berbagi tanpa pamrih. Ketulusan hati lelaki penjual krupuk ini akhirnya diakui sebagai pemenang dan mendapatkan hasiah banyak dalam acara tersebut, mengajarkan kita bahwa kebaikan sejati tidak akan pernah sia-sia dan Tuhan Maha Adil dalam menilai setiap niat baik.

Di saat materialisme dan ketidakpedulian menguasai hampir semua aspek kehidupan, kita justru perlu meneladani ketulusan seperti yang ditunjukkan oleh penjual krupuk tersebut. Kebaikan hati bukanlah tindakan bodoh atau sia-sia, melainkan sebuah kekuatan hati dan pasti mendapatkan balasan baik.

Tantangannya adalah bagaimana mempertahankan kebaikan hati di tengah dunia yang sering kali tidak peduli. Kita tidak boleh membiarkan orang-orang yang memanfaatkan kebaikan kita mengubah kita menjadi pribadi yang dingin dan penuh prasangka. Kita harus tetap percaya bahwa kebaikan adalah jalan yang benar, meski jalan ini sering kali penuh dengan pengkhianatan dan ketidakpastian.

Kesuksesan sejati bukan hanya diukur dari materi atau posisi yang kita capai. Kesuksesan sejati adalah ketika kita tetap teguh dalam kebaikan hati, tanpa mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan kita.

oleh : Joko Tama (nasihat untuk diri sendiri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *