Banyuwangi, Actanews.id – Bertempat di sebuah sudut lesehan di kawasan Jalan Brawijaya, Banyuwangi, Senin malam (14/4/2025), tiga penulis lokal, yakni Moh. Husen, Joko Wiyono, dan Ketua Lentera Sastra Banyuwangi, Syafaat, menggelar diskusi bersama sejumlah pelajar SMAN 1 Glagah.
Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen Yayasan Lentera Sastra, sebuah komunitas literasi yang telah berdiri sejak lima tahun lalu, dalam membumikan budaya literasi, baca dan tulis pada semua kalangan, terutama generasi muda.
Sejak didirikan, Lentera Sastra dikenal aktif menjangkau sekolah-sekolah tingkat dasar hingga menengah, dengan berbagai program pengembangan literasi. Mereka rutin menggelar pelatihan menulis, lomba karya tulis pelajar, hingga mempublikasikan karya para penulis dari berbagai kalangan dalam bentuk buku maupun e-book yang kini menjadi koleksi digital Perpustakaan Daerah Banyuwangi.
Dalam diskusi tersebut, tiga siswa kelas XI, yaitu Zahwa Alina Putri, Kayla Nafisa Ramadhani, dan Adifio Agustin, terlihat antusias berdiskusi tentang sastra lokal Banyuwangi. Mereka membahas potensi generasi muda dalam berliterasi, menulis serta pentingnya mengetahui cerita rakyat, legenda, dan sastra Banyuwangi sebagai inspirasi karya.
Dalam kesempatan itu, Moh. Husen menyampaikan optimisme terhadap semangat literasi pelajar saat ini.
“Anak-anak ini sangat potensial untuk menjadi penulis masa depan. Mereka punya rasa ingin tahu yang tinggi dan mereka ternyata sudah asa yang beeani menulis, dan telah menghasilkan karya-karya,” ujarnya.
Ketua Lentera Sastra, Syafaat, menambahkan pentingnya membaca dan menulis sebagai langkah mencintai budaya lokal.
“Menulis bukan sekadar kegiatan teknis, melainkan bagian dari merawat identitas dan warisan daerah. Saya ingin anak-anak dapat mengikuti lomba karya tulis dengan tema yang terdapat di wilayah desanya masing-masing, pada bulan mendatang,” harapnya.
Sementara itu, Joko Wiyono mengajak pelajar untuk lebih percaya diri dalam menulis.
“Jangan takut menuangkan ide dalam tulisan. Dari menulis, kita belajar berpikir kritis, membaca lebih banyak, dan secara tak langsung memperkaya perbendaharaan referensi dan wawasan.,” pesannya.

Meski berlangsung di tempat sederhana, diskusi ini terasa penuh makna. Sebuah bentuk pendekatan literasi membumi, membuktikan bahwa gairah menulis tak selalu harus digelar pada ruang formal.