Di tengah gencarnya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyuarakan bidang pendidikan sebagai salah satu prioritas utama pembanguan di era Bupati Ipuk Fiestiandani, kenyataan di lapangan menunjukkan jauh dari ideal. Menjelang tahun ajaran baru 2025, masih banyak wali murid kembali dihantui beban biaya sekolah, meskipun pemerintah mengklaim pendidikan dasar dan menengah sudah “gratis”.
Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara yang dijamin konstitusi. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Lebih lanjut, ayat (2) menyebutkan bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Negara bahkan diwajibkan mengalokasikan anggaran minimal 20% dari APBN dan APBD untuk sektor pendidikan.
Namun realitas di Banyuwangi justru memperlihatkan kontradiksi. Di banyak sekolah negeri, wali murid masih dihadapkan pada berbagai pembayaran, mulai dari seragam sekolah wajib yang harus dibeli di tempat tertentu, iuran komite yang kadang bersifat memaksa, hingga sumbangan “sukarela” yang menjadi syarat tak tertulis demi kenyamanan anak di sekolah. Hal ini tidak hanya melukai keadilan sosial, tapi juga mencederai semangat konstitusi.
Secara umum, masih banyak keluarga tetap harus merogoh kocek dalam, bahkan tak jarang berhutang, agar anak-anak mereka bisa memperoleh pendidikan yang “layak”. Ini jelas membantah retorika “pendidikan membebaskan” yang kerap digaungkan dalam pidato-pidato resmi.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memang memiliki program-program unggulan, baik pada satuan pendidikan maaing-masing, seperti sekolah inklusi atau kelas khusus, maupun program lain, diantaranya: Program Banyuwangi Cerdas, Program beasiswa untuk siswa kurang mampu, Program Akselerasi Sekolah Masyarakat (Aksara) : Program untuk memfasilitasi warga dewasa melanjutkan pendidikan, Garda Ampuh : Program untuk menjaring anak yang putus sekolah dan terancam putus sekolah, Siswa Asuh Sebaya : Program solidaritas antar siswa untuk membantu sesama maupun Program Sobat: Program edukasi parenting untuk orang tua, hingga Program Mandawangi Melejit Berprestasi (MMB): Program untuk meningkatkan potensi siswa di bidang masing-masing. Selain program-program tersebut, Banyuwangi juga memiliki program afirmasi pendidikan berbasis desa/kelurahan.
Namun program itu takkan berarti jika realitas masih menunjukkan pemaksaan iuran, minimnya transparansi anggaran, dan pendekatan pendidikan yang belum sepenuhnya “memanusiakan” siswa.
Singkatnya, bandingkan saja dengan upaya dan langkah-langkah di daerah lain. Pemerintah Kota Madiun, misalnya, secara rutin membagikan seragam gratis lengkap dengan ongkos jahit bagi seluruh siswa SD dan SMP setiap tahun. Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara juga akan menggratiskan seragam untuk pelajar PAUD hingga SMP mulai 2025 melalui dana APBD. Kabupaten Wonogiri bahkan mengalokasikan hampir Rp9 miliar untuk 21.882 paket seragam bagi siswa baru SD dan SMP. Sementara itu, meski sedang defisit anggaran, Pemprov Riau tetap berkomitmen menjalankan program seragam gratis untuk siswa SMA/SMK tahun 2025 ini.
Lalu, di mana posisi Banyuwangi? Mengapa belum terlihat komitmen serupa yang langsung menyentuh kebutuhan dasar siswa dan wali murid?
Pendidikan bukan hanya soal membangun gedung megah, menggelar seminar, atau menciptakan narasi positif di media. Pendidikan adalah tentang memastikan bahwa setiap anak bisa belajar tanpa membuat orang tuanya gelisah karena beban biaya. Ini soal keadilan, kepedulian, dan keberpihakan pada rakyat kecil.
Sudah saatnya Bupati Ipuk dan jajaran Dinas Pendidikan lebih peka terhadap realitas ini. Dibutuhkan evaluasi serius terhadap sistem pendidikan di Banyuwangi. Pemerintah harus berani menindak tegas praktik sumbangan “memaksa”, menata ulang prioritas anggaran, serta memastikan bahwa kebijakan pendidikan benar-benar membebaskan, bukan malah membebani. Jika tidak, maka cita-cita menjadikan Banyuwangi sebagai kabupaten cerdas dan ramah anak hanya akan menjadi jargon kosong di tengah kesenjangan yang terus tambah melebar.
Oleh : Joko Wiyono, SH – Komunitas Pemerhati Banyuwangi (KPB)