banner 728x250

Burung Bubut Besar, Keberadaannya Dianggap Antara Ada dan Tiada

Actanews.id – Bubut Besar (Centropus sinensis), burung yang sering dianggap biasa dan kurang mendapat perhatian, kini menjadi sorotan para pengamat burung di Aceh. Dengan ukuran tubuhnya yang mencapai 52 cm dan ciri khas warna bulu hitam yang kontras, burung ini menarik minat para pecinta alam.

Menurut Misbah, seorang warga Kabupaten Aceh Besar, bubut besar masih mudah ditemui di sekitar permukiman penduduk. “Saya sering melihatnya di kebun, atau minimal mendengar suaranya. Biasanya pindah dari satu pohon ke pohon cengkih lain,” ungkapnya awal Maret lalu.

Namun, Heri Tarmizi, seorang pemerhati burung di Aceh, mengingatkan bahwa ancaman terbesar bagi bubut besar adalah kehilangan habitat. “Terlebih, hidupnya di pinggir hutan, semak belukar, dan hutan mangrove,” ujarnya.

Penggunaan pestisida di perkebunan dan pertanian juga menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup burung ini.

Hasri Abdillah, pengamat burung di Sumatera Utara dan Aceh, menegaskan bahwa meskipun bubut besar dianggap biasa, penting untuk tidak mengabaikan perannya sebagai pengendali hama di perkebunan dan pertanian. “Biarkan ia hidup, jangan diganggu,” pesannya.

Meskipun demikian, perhatian terhadap bubut besar diharapkan meningkat untuk memastikan kelangsungan hidupnya di tengah perubahan lingkungan yang semakin kompleks.

Bubut besar [Centropus sinensis] merupakan burung berukuran hingga 52 cm, yang memiliki ekor panjang dan tubuh lebih besar dibanding jenis lainnya.

Burung ini hidup di hutan hingga ketinggian 800 m dpl. Atau, wilayah dekat sungai maupun hutan mangrove. Pakan utamanya adalah ulat, belalang, kumbang, katak, kadal, dan satwa kecil lain.

Selain bubut besar, di Indonesia terdapat jenis lainnya yaitu bubut goliath [Centropus goliath]bubut alang-alang [Centropus bengalensis]bubut jawa [Centropus nigrorufus], dan bubut teragop [Centropus rectunguis]

Burung ini dianggap biasa karena sering ditemukan di sekitar permukiman penduduk, sehingga tidak menarik bagi banyak peneliti. Kehadirannya dianggap antara ada dan tiada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *