banner 728x250
opini  

Ketidaknetralan Ormas/LSM dan Jurnalis dalam Pilkada, Adalah Ancaman bagi Demokrasi dan Pelanggaran Etika

Actanews.id – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah momen penting dalam proses demokrasi di Indonesia. Namun, dalam beberapa bulan menjelang pelaksanaan,  kita kadang menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan, yakni adanya keberpihakan oknum Ormas/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun oknum jurnalis terhadap salah satu bakal calon peserta Pilkada. Ketidaknetralan ini tidak hanya merusak kredibilitas mereka, tetapi juga melanggar prinsip etika dan berpotensi merusak proses demokrasi itu sendiri.

Ormas/LSM memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya demokrasi dan memastikan adanya keadilan serta transparansi dalam proses pemilihan. Namun, ketika bersikap memihak kepada salah satu calon, mereka menyimpang dari misi utamanya. Alih-alih menjadi pengawas yang objektif, mereka berubah seolah menjadi alat kampanye. Ini tidak hanya mencederai kepercayaan publik tetapi juga mengurangi integritas dan efektivitas Ormas/LSM dalam tugasnya menjalankan fungsi kontrol sosial.

Jurnalis, sebagai pilar keempat demokrasi, memiliki tanggung jawab untuk menyajikan berita secara objektif dan tanpa bias. Ketika jurnalis atau media condong mendukung salah satu calon, integritas mereka dipertanyakan. Berita yang seharusnya informatif dan edukatif malah menjadi propaganda politik. Pelanggaran etika ini mengkhianati kepercayaan publik dan dapat menyebabkan disinformasi serta polarisasi masyarakat.

Ketidaknetralan Ormas/LSM dan jurnalis dalam Pilkada berpotensi merusak demokrasi. Pemilih mungkin tidak mendapatkan informasi yang akurat dan seimbang, yang pada akhirnya mempengaruhi keputusan mereka dalam memilih. Selain itu, keberpihakan ini dapat memperburuk ketegangan politik dan sosial, serta menghambat terciptanya lingkungan politik yang sehat dan kompetitif.

Netralitas LSM dan jurnalis sangat penting untuk menjaga integritas proses demokrasi. Keberpihakan terhadap salah satu calon dalam Pilkada tidak hanya melanggar etika tetapi juga merusak kepercayaan publik. Dengan komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip profesionalisme dan etika, kita dapat memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap sehat dan berfungsi dengan baik.

Oleh : Joko Tama,

Banyuwangi, 30 Juli 2024

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *