Banyuwangi, Actanews.id – Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur menghadapi tantangan serius akibat asanya pensiun massal guru pada tahun 2025. Hal ini terjadi karena banyaknya guru PNS yang direkrut dalam proyek pendidikan tahun 1975, kini memasuki usia pensiun secara bersamaan.
Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno, mengungkapkan keprihatinannya dalam wawancara eksklusif. “Banyak guru kita yang mendekati usia pensiun. Ini bukan sesuatu yang bisa ditunda atau dinegosiasikan,” ujarnya.
Dampaknya, sejumlah sekolah di Banyuwangi mengalami kekurangan tenaga pendidik. Meski begitu, kebijakan rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah membantu mengurangi tekanan tersebut. “Saat ini, kita sudah memiliki lebih dari 3.000 guru PPPK, dibandingkan sebelumnya yang tidak ada sama sekali,” jelas Suratno. Namun, jumlah ini masih belum mencukupi kebutuhan pendidikan di Banyuwangi.
Suratno menjelaskan bahwa pengadaan PPPK sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah pusat. “Pemerintah daerah hanya mengusulkan kebutuhan. Proses seleksi dilakukan oleh KemenPANRB dan BKN, lalu setelah kuota ditentukan, barulah kita menyiapkan anggarannya dari APBD,” terangnya.
Kendati jumlah pelamar yang lulus tes PPPK cukup banyak, kebijakan moratorium pengangkatan PPPK menjadi hambatan utama. “Ada kabar penundaan hingga Maret 2026. Kami berharap ada solusi cepat agar kekurangan guru tidak berlarut-larut,” harapnya.
Untuk mengatasi kekurangan guru sementara, Dinas Pendidikan Banyuwangi menyiapkan beberapa strategi. “Kami akan memaksimalkan guru ASN yang ada dengan mutasi jika diperlukan. Di SD kecil dengan siswa kurang dari 100, perangkapan tugas guru juga bisa menjadi opsi darurat,” jelasnya.
Sementara itu, perekrutan tenaga honorer baru bukan solusi yang bisa ditempuh karena adanya regulasi pemerintah yang melarang pengangkatan honorer sejak 2022. “Kita harus mengikuti aturan yang ada,” tutupnya.