banner 728x250
opini  

Santunan Anak Yatim yang Dipamerkan di Atas Panggung, Sensasi atau Empati?

Actanews.id  –  Di beberapa daerah Indonesia, momen pemberian santunan kepada anak yatim sering kali diwarnai dengan pemandangan yang serupa . anak-anak berjejer di atas panggung, dihadapkan kepada hadirin, dengan wajah menjadi pusat perhatian. Apa yang seharusnya menjadi momen penuh empati dan keikhlasan, terkesan berubah menjadi ajang sensasi dan pamer diri.

Hal ini tentu mengundang tanya, terutama terkait esensi dan niat di balik pemberian santunan tersebut. Apakah benar bertujuan untuk membantu anak-anak yatim, atau hanya sekadar mencari perhatian dan pencitraan diri bagi para donatur?

– Mengapa Harus di Panggung?

Anak-anak yatim yang dihadirkan di atas panggung sering kali diperlakukan seolah-olah mereka adalah ‘pajangan’. Mereka diberi santunan satu persatu, lalu difoto dan disorot kamera. Situasi ini tidak jarang membuat mereka merasa tidak nyaman. Bagaimana jika kita berada di posisi mereka? Apakah kita mau dijejerkan dan diperlihatkan seperti itu?

– Esensi dan Keikhlasan yang Terabaikan

Santunan seharusnya dilandasi oleh rasa keikhlasan dan empati. Ketika proses pemberian santunan dilakukan dengan cara yang sensasional, esensi dari keikhlasan tersebut tentu cenderung terabaikan. Bantuan yang diberikan dengan niat tulus seharusnya tidak membutuhkan panggung dan sorotan kamera. Keikhlasan sejati tidak memerlukan publikasi dan pujian dari orang lain.

Anak-anak yatim sudah mengalami kehilangan yang mendalam dalam hidup mereka. Dengan memamerkan mereka di hadapan publik, memungkinkan kita justru menambah beban psikologis mereka. Alih-alih memberikan dukungan emosional dan finansial yang mereka butuhkan, kita malah membuat mereka merasa berbeda dan terasingkan. Anak-anak ini membutuhkan kasih sayang dan perlakuan yang manusiawi, bukan perlakuan yang menjadikan mereka sebagai objek sensasi.

– Menuju Santunan yang Lebih Bermartabat

Kita perlu memikirkan kembali cara-cara kita memberikan santunan kepada anak yatim. Bantuan dapat disalurkan secara langsung tanpa perlu dipublikasikan. Jika memang harus ada acara formal, sebaiknya dilakukan dengan lebih bijaksana dan menghormati perasaan anak-anak tersebut. Mari kita menjadikan momen pemberian santunan sebagai momen yang benar-benar penuh kasih sayang dan empati, bukan sekadar ajang pamer diri dan mencari popularitas.

Sebaliknya, anak yatim juga harus diberikan pemahaman, agar mereka selalu menyadari bahwa kedudukannya sama dengan yang memberi, tidak merasa terasingkan, diantaranya dengan cara selalu membalas kebaikan dengan mendoakannya.

– Siapa yang Tidak Mampu Membalas Kebaikan Orang Lain Hendaklah Dia Mendo’akan Kebaikan Bagi Orang Tersebut.

Dari Anas, ia berkata, “Kaum Muhajirin berkata, “Wahai rasulullah! Apakah kaum Anshar telah memborong seluruh pahala [atas kebaikan yang mereka berikan kepada kami]?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak. Selama kalian mendo’akan kebaikan kepada mereka dan kalian memuji atas kebaikan yang mereka berikan.”

(Shahih) At Ta’liq Ar Raghib:  (2/56): [Abu Dawud: 40-Kitab Al Adab, 11-Bab Fii Syukril Ma’ruf. Tirmidzi: 35-Kitab Al Qiyamah, 44-Bab Haddatsana Al Husain ibnul Hasan].

Nasihat untuk diri sendiri, mohon maaf jika ada salah.
Oleh: Joko Tama, Kamis (1/8/2024).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *