banner 728x250
Sastra  

Pintu Gerbang Kantor Pemerintah Kabupaten Banyuwangi: Simbol yang Hilang?

Actanews.id – Pintu gerbang utama Kantor Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur juga adalah simbol keterbukaan dan aksesibilitas bagi masyarakat. Namun, sejak Kamis, 5 Januari 2012, gerbang ini resmi ditutup, dengan akses utama dialihkan ke gerbang samping (di sebelah Masjid Baabussalam pemda). Keputusan tersebut diambil atas alasan keamanan, seperti disampaikan oleh Bupati Abdullah Azwar Anas yang merasa kurang nyaman dengan lalu lintas di gerbang utama.

Meski alasan itu terkesan masuk akal, fakta bahwa gerbang utama kini hanya dibuka untuk tamu-tamu khusus menimbulkan tanya, apakah kantor pemerintah, sebagai simbol pelayanan publik, masih mencerminkan nilai-nilai keterbukaan dan demokrasi?

Pintu gerbang utama adalah representasi visual pertama dari pemerintah daerah. Ia melambangkan keterbukaan akses dan kesiapan untuk melayani masyarakat. Penutupannya justru bertentangan dengan esensi pemerintahan yang inklusif. Bagaimana masyarakat bisa merasa diutamakan jika akses mereka ke pusat pelayanan publik justru terkesan dipersulit?

Langkah ini juga mencerminkan pudarnya nilai-nilai simbolis. Dalam tata kelola pemerintahan modern, fasilitas publik harus mencerminkan semangat transparansi, bukan eksklusivitas. Penutupan ini, meski mungkin praktis bagi pejabat, justru mengalienasi masyarakat.

Jika melihat fakta bahwa gerbang utama hanya dibuka untuk tamu khusus. Ini menimbulkan kesan eksklusivitas yang tidak selaras dengan prinsip pelayanan publik. Bukankah kantor pemerintah adalah milik rakyat, bukan hanya untuk kalangan tertentu?

Gerbang utama Kantor Pemerintah Kabupaten Banyuwangi harus dikembalikan ke fungsinya sebagai simbol keterbukaan dan aksesibilitas. Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan setiap kebijakan mencerminkan semangat melayani rakyat.

Gerbang Kantor pemkab Banyuwangi

Masyarakat Banyuwangi berhak atas kantor pemerintah yang inklusif, efisien, dan transparan. Penutupan gerbang utama, jika terus dipertahankan, hanya akan menjadi pengingat pahit tentang pemerintahan yang semakin jauh dari esensi demokrasi.

Semoga perubahan segera terjadi, siapapun yang menjadi pemimpin Banyuwangi, dapat mengevaluasi agar gerbang utama kembali menjadi kebanggaan bersama, bukan sekadar artefak yang mengingatkan pada eksklusivitas dan birokrasi kaku, dan membawa Banyuwangi lebih baik .

Oleh: Joko Wiyono

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *