BANYUWANGI. Actanews.id – Lantunan lagu “Ibu Kita Kartini” menggema di halaman MI Darun Najah II Banyuwangi pada Senin pagi, 21 April 2025. Para siswi mengenakan kebaya, berdiri rapi dalam apel peringatan Hari Kartini yang dipimpin oleh Ustadzah Ika Rahmawati. Di bawah langit yang teduh, mereka menyimak kisah perjuangan Raden Ajeng Kartini yang dibacakan penuh semangat.
“Semangat Kartini harus ditanamkan untuk memajukan pendidikan,” kata Ustadzah Ika dalam amanatnya. “Kesempatan belajar hari ini terbuka lebar, tidak seperti zaman Kartini.”
Tapi semangat Kartini di madrasah itu tak berhenti di mimbar apel. Selepas upacara, halaman madrasah berubah menjadi panggung kreativitas. Siswi-siswi tampil satu per satu, membawakan kisah Kartini dalam berbagai gaya: pidato, drama mini, hingga bercerita bebas. Mereka tidak datang dengan tangan kosong. Properti panggung, kostum, hingga ekspresi penuh semangat menyemarakkan suasana. Panitia bahkan menyediakan hadiah bagi peserta yang mampu menjawab pertanyaan tentang tokoh emansipasi itu.
Tak lama kemudian, panggung dibanjiri lenggak-lenggok siswi dalam balutan kebaya. Fashion show ala madrasah itu menjadi daya tarik tersendiri. Disusul dengan pentas kesenian tiawah, lantunan puisi, nyanyian, dan pidato dalam Bahasa Arab—semuanya bagian dari ekstrakurikuler yang hidup di MI Darun Najah II.
“Perayaan ini bukan sekadar seremonial,” ujar Kepala Madrasah, Majidatul Himmah. “Kami ingin Kartini menjadi inspirasi bagi para siswi untuk terus meningkatkan kualitas diri dan kelak berperan aktif di masyarakat.”
Puncak kegiatan justru terjadi di dalam kelas. Di sana, para siswi dikenalkan pada dunia yang lebih dekat dengan Kartini masa kini: dapur. Tapi bukan memasak. Mereka diminta menyebutkan nama-nama bumbu, menjelaskan kegunaannya, mencium, bahkan meraba rempah-rempah itu. Para guru turut menjelaskan manfaat bumbu untuk kesehatan, termasuk sebagai obat alami.
Bumbu dapur dan kebaya, fashion show dan pidato Bahasa Arab, semua bertemu dalam satu panggung bernama Kartini. Di madrasah itu, Kartini tak lagi hanya dikenal lewat buku sejarah—ia menjelma menjadi semangat belajar dan berekspresi para siswi. Sebuah perayaan yang bukan hanya mengingat masa lalu, tapi juga menyiapkan masa depan.