banner 728x250
opini  

Program Inovasi di Banyuwangi, Harus Sejalan dengan Transparansi

Kabupaten Banyuwangi selama ini dikenal sebagai daerah inovatif dengan berbagai program unggulan, mulai dari digitalisasi pelayanan publik, pengembangan pariwisata, hingga modernisasi sektor pertanian. Sumber daya alam yang melimpah seharusnya menjadi modal besar bagi kemajuan daerah. Namun, apakah inovasi-inovasi ini benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat? Dan yang penting, sejauh mana transparansi dalam pengelolaan anggarannya?

Di sektor pertanian misalnya, Banyuwangi dikenal sebagai salah satu penghasil kakao dan kopi berkualitas. Namun, petani lokal masih menghadapi berbagai tantangan, seperti menurunnya produksi, keterbatasan akses ke pasar global, dan kurangnya teknologi pengolahan. Sayangnya, alih-alih memperkuat sektor ini, banyak lahan perkebunan justru beralih fungsi, misalnya menjadi lahan tanaman tebu dan semacamnya.

Ironisnya, Center of Excellence Kakao Indonesia yang digadang-gadang sebagai pusat penelitian dan pelatihan budidaya kakao berkelanjutan baru didirikan tahun ini. Padahal, jika benar-benar serius dalam mendukung petani, pusat riset dan inovasi ini seharusnya hadir sejak lama.

Sektor perikanan dan kelautan di Banyuwangi sempat menjadi perhatian publik dengan adanya inovasi berbasis masyarakat, seperti Fish Bank atau proyek apartemen ikan dari bambu, ijuk, serta batok kelapa. Inovasi maayarakat ini terbukti meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Namun, sayangnya, program-program semacam ini tidak dikembangkan secara maksimal dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah

Alih-alih mengembangkan solusi berbasis masyarakat tersebut, kebijakan yang diambil justru sering kali berorientasi pada proyek-proyek yang dampaknya belum nyata dirasakan bagi peningatan ekonomi nelayan.

Banyuwangi menghadapi masalah serius dalam sektor pertambangan. Tambang pasir  dan material semacamnya secara ilegal terus beroperasi tanpa kontrol yang jelas, menyebabkan kerusakan lingkungan yang mengancam pertanian dan sumber daya air.

Padahal pemerintah pusat telah mencanangkan program Asta Cita untuk memperluas lahan pertanian dan menjaga ketahanan pangan. Namun, bagaimana mungkin program ini bisa berjalan jika lahan produktif terus dieksploitasi untuk kepentingan tambang? Dan apa program inovatif  yang  solutif  terkait regulasi tentang pertambanga tersebut belum nampak nyata, malahan tim.terpadu menjelma menjadi  “makelar” perizinaannya.

Tak hanya itu, persoalan saham Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam tambang emas Tumpang Pitu pun masih menjadi polemik dimasyarakat. Sejauh mana manfaat ekonomi yang benar-benar dirasakan masyarakat dari eksploitasi sumber daya ini?

Banyuwangi memiliki banyak UMKM dan pengrajin lokal yang memproduksi barang berkualitas tinggi. Namun, banyak di antara mereka harus mengirim produk ke Bali agar bisa diekspor. Mengapa pemerintah daerah belum memiliki skema ekspor langsung untuk membantu pelaku usaha lokal?

Jika akses langsung ke importir luar negeri difasilitasi, produk lokal Banyuwangi akan lebih kompetitif di pasar internasional. Sayangnya, inovasi ekonomi lebih banyak difokuskan pada infrastruktur dan pariwisata, sementara UMKM masih kesulitan berkembang.

Program Smart Kampung dan adanya Mal Pelayanan Publik (MPP) adalah inovasi yang sering dibanggakan. Namun, realitas di lapangan masih belum optimal.

Sejak diluncurkan pada 2017, sistem administrasi desa masih menghadapi masalah teknis. Perangkat desa kesulitan mengunggah dokumen pelayanan utamanya kependudukan secara mandiri. Akibatnya, warga di daerah terpencil tetap harus datang ke kantor kecamatan atau MPP untuk mendapatkan layanan dasar.

Dan desa-desa dengan program Smart Kampung harus menanggung biaya internet hingga ratusan ribu rupiah per bulan. Ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga menunjukkan kebijakan yang kurang efektif dan minim evaluasi berkala.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik seharusnya menjadi pedoman utama dalam setiap program inovatif pemerintah. Tanpa transparansi, inovasi hanya menjadi alat pencitraan tanpa dampak nyata bagi masyarakat.

Di era efisiensi anggaran ini, setiap dana publik harus digunakan dengan tepat guna dan berorientasi pada manfaat yang jelas. Salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan untuk wujudkan transparansi adalah misalnya dengan  menyelenggarakan Festival Anggaran, yakni semacama forum tahunan di mana pemerintah memaparkan penggunaan anggaran secara terbuka dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk menilai serta memberikan masukan terhadap kebijakan yang dijalankan. Bagaimanapun konsepnya, dengan itu pemerintah daerah telah menunjukkan niat  baik dan kesungguhannya dalam rangka wujudkan transparansi tersebut

Inovasi bukan sekadar membangun infrastruktur atau mengadopsi teknologi baru. Inovasi sesungguhnya adalah kebijakan yang efektif dalam menyelesaikan persoalan ekonomi mendasar, serta mengembangkan kualitas sumber daya masyarakat. Jika Banyuwangi ingin terus dikenal sebagai daerah inovatif, maka transparansi dan partisipasi aktif masyarakat harus menjadi prioritas utama.

Pemerintah daerah tidak bisa berjalan sendiri. Kolaborasi dengan NGO, wartawan, akademisi, dan masyarakat luas sangat penting untuk memastikan bahwa setiap program inovatif benar-benar bermanfaat, bukan sekadar proyek yang menghabiskan anggaran tanpa hasil jelas.

Oleh : Joko Wiyono, SH – Komunitas Pemerhati Banyuwangi  (KPB).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *