banner 728x250
opini  

Neng Yasmin, Anak Kecil Sang Juara MTQ yang Membuat Kita Malu Belajar

Di panggung Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) XXXI Jawa Timur, seorang anak kecil bernama Yasmin Najma Faliha duduk dengan tenang. Ia masih kelas empat SD, tetapi mampu menyingkirkan lawan-lawan yang usianya lebih dewasa, bahkan setingkat SMP dan Tsanawiyah. Dari kategori hafalan satu juz plus tilawah, Yasmin pulang membawa juara ketiga. Prestasi ini tampak sederhana, tetapi jika kita mau jujur, perjalanan Yasmin jauh lebih menggetarkan daripada angka juara itu sendiri.

Ia tidak bisa melihat mushaf. Matanya memang tidak diberi kemampuan untuk membaca huruf-huruf suci. Tetapi jemarinya mampu meraba Braille, hatinya menghafal ayat-ayat, dan suaranya melantunkan tilawah seakan tidak ada sekat antara dirinya dan firman Tuhan. Di hadapan Yasmin, kita belajar sesuatu yang sering kita lupakan: keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya. Justru di titik yang kita sebut “kurang”, Tuhan menyelipkan cahaya.

Yang lebih menampar kita adalah cara Yasmin mengisi waktunya. Anak-anak sebayanya banyak yang asyik bermain gim di gawai, menonton hiburan tanpa henti, atau bersenang-senang tanpa arah. Yasmin memilih mengulang hafalan, mengasah suara, dan berlatih tilawah. Ia tidak menangis ketika gagal, ia juga tidak jenuh, mungkin pernah ingin berhenti, tetapi semangat itu tidak pernah padam.

Sementara itu, pendidikan kita sibuk mengejar nilai rapor, ranking kelas, angka-angka di lembar ujian, kita lupa bahwa mendidik anak berarti juga mendidik hatinya: mengajarkan tabah, melatih sabar, menanam iman. Yasmin adalah bukti hidup bahwa pendidikan hati bisa melahirkan keteguhan yang lebih kokoh daripada seribu teori.

Perjalanannya tidak berhenti di Jember. Dari Banyuwangi ia berangkat, ke Bali ia menyeberang, ke Madura ia bershalawat, suaranya yang bening melintasi udara, menyentuh telinga orang banyak, menanamkan haru yang sulit dilukiskan. Ia tidak membaca kitab filsafat, tidak paham teori psikologi, tetapi dari lantunan tilawahnya kita bisa belajar arti keikhlasan, ketulusan, dan cinta yang sederhana.

Kita, orang dewasa, sering merasa lebih tahu, lebih pandai, lebih berkuasa. Padahal, Tuhan kadang berbicara kepada kita melalui mulut kecil anak-anak, melalui suara polos yang tidak kita sangka. Yasmin, dengan segala keterbatasannya, justru menjadi cermin. Ia yang tidak bisa melihat dunia dengan mata, justru membuat kita melihat bahwa dunia masih punya cahaya. Dan bukankah itu pekerjaan Tuhan yang paling indah, menitipkan pesan besar melalui jalan sederhana, agar kita yang sering lupa bisa kembali ingat: bahwa cahaya selalu ada, bahkan dari arah yang tidak kita duga.

oleh ;  Syafaat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *