Oleh: Joko Wiyono
Ketika menyaksikan film-film Hollywood, dokumenter olahraga internasioanl, atau unggahan media sosial dari luar negeri, satu hal yang sering tampak jelas adalah betapa kuatnya kebanggaan nasional yang ditunjukkan lewat simbol-simbol negara mereka. Lihat saja pasukan militer Amerika dengan bendera Stars and Stripes di lengan, atlet Kenya yang berlari membawa harum nama negaranya, atau ilmuwan China yang nelakukan riset global. Semua itu bukan sekadar atribut, tapi cerminan jati diri dan kebanggaan kolektif yang terbukti nyata.
Ya, kita juga sering memakai bendera Merah Putih: di seragam sekolah, jaket komunitas, seragam Ormas hingga stiker kendaraan. Tapi, seberapa dalam kita memahami dan merasakan kebanggaan atas itu? Apa yang sebenarnya kita banggakan dari negara kita saat ini? Apakah kejayaan Sriwijaya, Majapahit yang tinggal sejarah? Apakah sumber daya alam yang makin hari makin dieksploitasi? Ataukah kebijakan seperti food estate yang justru membuka jutaan hektare hutan, menggusur kampung, dan meninggalkan pertanyaan soal keberlanjutan?
Sebenarmya kita tidak kekurangan potensi, tapi barangkali kekurangan kesadaran. Kita tak kekurangan lambang negara, tapi kerap kehilangan ruh kebangsaannya. Maka, saatnya kita hentikan nasionalisme palsu yang sekadar seremoni. Kita Ingat, Merah Putih itu hal yang sakral, jika kita memakainya tentunya harus ingat semangat, patriotik dan perjuangan pendahulu kita rela kehilangan nyawa hanya sekedar untuk mengibarkannya.
Pastinya, kebanggaan bukan soal simbol semata, tapi lahir dari pencapaian nyata. Dan untuk menjadi bangsa yang layak dibanggakan di panggung dunia, kita harus berbenah, bukan hanya dalam retorika, tetapi dalam kerja nyata di berbagai bidang dengan semangat nasionalisme.
Sering mengucap “NKRI harga mati”, tapi menutup mata terhadap ketimpangan. Cinta tanah air bukan sekadar kibaran bendera setiap Agustus, tapi bagaimana kita memperjuangkan keadilan, menghargai hak rakyat kecil, dan melindungi sumber daya negeri ini dari kerakusan segelintir elite.
Merah Putih di lengan harus menjadi simbol tanggung jawab, bukan sekadar dekorasi. Kita tidak akan bisa dihormati dunia jika tak menghormati rakyat sendiri. Kita tak akan pernah mandiri jika kebijakan ekonomi, pendidikan, hingga lingkungan dibuat tanpa keadilan.
Merdeka belum tuntas, harus diperjuangkan setiap hari di sawah, di pabrik, di kelas, di laboratorium, di media, dan di panggung politik. Dan perjuangan itu hanya akan berhasil jika kita bersatu sebagai bangsa, mencintai negeri ini tidak dengan retorika, tapi dengan aksi nyata yang berpihak pada rakyat.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-80 “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju“.