Actanews.id. – Pemilihan Bupati Banyuwangi yang semakin dekat menciptakan momentum penting bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang dapat membawa perubahan dan menghadapi berbagai tantangan. Pasangan calon (Paslon) bupati nomor 01, Ipuk Fiestiandani-Mujiono, dan Paslon nomor 02, Ali Makki-Ali Ruchi, bersaing menawarkan visi dan program untuk Banyuwangi. Namun, tantangan terbesar bagi bupati mendatang tidak hanya merancang dan merealisasikan program unggulan mereka, tetapi juga kesiapan untuk menerima serangan kritik dari para aktivis Banyuwangi yang terkenal sangat berani, tajam, dan pastinya siap dengan segala risiko.
Ipuk Fiestiandani-Mujiono, sebagai incumbent, tentunya berfokus pada keberlanjutan program pembangunan sektor-sektor yang telah dianggap berhasil, seperti pariwisata, UMKM, serta peningkatan layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan hingga administrasi kependudukan. Namun, strategi ini perlu melampaui sekadar kesinambungan. Tantangan bagi pasangan ini adalah bagaimana mereka dapat menghadirkan inovasi yang benar-benar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama dalam menghadapi tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi daripada saat mereka masih menjabat.
Di sisi lain, Ali Makki-Ali Ruchi mengusung pendekatan populis dengan fokus pada pemberdayaan sektor pertanian dan pedesaan, yang seringkali dinilai kurang mendapat perhatian. Pendekatan ini menarik, khususnya bagi masyarakat Banyuwangi pedesaan yang merasa terabaikan dari dampak positif pembangunan yang tengah berlangsung, dengan janji akan memberikan tambahan anggaran beberapa milyar untuk tiap desa. Namun, tantangannya adalah apakah mereka dapat mengeksekusi visi populis ini di tengah birokrasi yang rumit dan seringkali dipengaruhi oleh kepentingan politik?
Para aktivis Banyuwangi telah lama bersuara lantang terhadap berbagai isu, mulai dari transparansi pengelolaan anggaran, masalah lingkungan, hingga saham Pemkab Banyuwangi di sektor pertambangan emas. Jadi, siapapun yang terpilih sebagai bupati harus mampu merangkul suara kritis ini dan menunjukkan komitmen terhadap transparansi pemerintahan. Keterbukaan terhadap kritik adalah salah satu tolok ukur akuntabilitas, terutama bagi aktivis yang sering mengadvokasi kepentingan rakyat dengan tegas.
Pemimpin yang mampu mempertahankan integritas, melaksanakan program yang bermanfaat, serta menunjukkan kebesaran jiwa dalam menerima kritik, adalah pemimpin yang dapat membawa Banyuwangi ke arah yang lebih baik. Kepemimpinan yang adaptif, inklusif, dan siap untuk menghadapi kritik adalah kunci untuk meraih kepercayaan masyarakat Banyuwangi yang semakin kritis dan berharap pada perubahan nyata.
Masyarakat Banyuwangi membutuhkan pemimpin yang bukan hanya pintar berpromosi, tetapi juga cerdas dalam mendengarkan, berkomunikasi, dan merespons kritik konstruktif yang diajukan oleh para aktivis. Hanya dengan cara ini, bupati mendatang dapat memastikan bahwa Banyuwangi akan terus bergerak maju, selaras dengan harapan dan aspirasi masyarakat.
Oleh : Joko Tama