banner 728x250
opini  

Menakar Kemajuan Pendidikan Banyuwangi: Antara Alokasi Besar dan Capaian yang Masih Samar

Oleh: Joko Wiyono

Pendidikan telah menjadi salah satu prioritas utama pembangunan Kabupaten Banyuwangi. Dengan narasi peningkatan SDM siswa dan pendidik sebagai fondasi kemajuan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi setiap tahun menggelontorkan anggaran pendidikan dalam jumlah besar. Namun, besarnya anggaran ini ternyata belum sebanding dengan peningkatan kualitas dan prestasi yang dapat diukur secara konkret. Bahkan, jika dibandingkan dengan sejumlah kabupaten/kota lain di Jawa Timur, Banyuwangi cenderung tertinggal dalam hal inovasi yang substansial dan capaian pendidikan yang terukur.

Dalam Rencana APBD 2025, Banyuwangi mengalokasikan anggaran pendidikan sekitar Rp 525,7 miliar, yang setara dengan 24–25% dari total belanja daerah sebesar Rp 3,369 triliun. Jumlah ini, secara persentase, telah melampaui batas minimal 20% sesuai amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Namun, penggunaan anggaran yang besar ini belum mampu menunjukkan dampak signifikan dalam aspek mutu pendidikan. Sebagai contoh, data capaian hasil Asesmen Nasional (AN), Indeks Literasi, maupun kemampuan numerasi siswa Banyuwangi masih belum berada di atas rata-rata provinsi. Belum ada laporan evaluatif komprehensif yang transparan memuat efektivitas program dan dampak jangka panjang dari kebijakan-kebijakan pendidikan yang telah digulirkan.

Salah satu program yang sering dibandingkan dengan kabupaten/kota lain adalah pengadaan seragam sekolah. Di Banyuwangi, polemik pembelian seragam dari agen tertentu tanpa evaluasi dan tidak transparan masih terus berlangsung. Padahal, di beberapa daerah lain seperti Kabupaten Blitar dan Lumajang, program seragam gratis bukan sekadar subsidi konsumtif, melainkan bagian dari strategi pemerataan akses pendidikan dan diselenggarakan dengan evaluasi tahunan serta pelibatan publik.

Dalam konteks regional, Kabupaten Magetan layak disebut sebagai benchmark dalam reformasi pendidikan. Di sana, penerapan Kurikulum Merdeka telah berjalan hampir merata. Tingkat keberhasilan siswa dalam Asesmen Nasional melampaui 98%, dan transformasi pembelajaran digital telah menyentuh seluruh jenjang pendidikan.

Demikian pula dengan Kabupaten Lumajang, yang dengan anggaran lebih kecil dibanding Banyuwangi, mampu menyelenggarakan program strategis pendidikan berkelanjutan, termasuk pemberian seragam dan perlengkapan sekolah secara gratis hingga jenjang MA, yang telah menjangkau puluhan ribu siswa selama beberapa tahun.

Sementara itu, Kota Mojokerto dan Kabupaten Blitar juga menunjukkan keseriusan dalam membangun pendidikan yang merata dan inklusif, dengan alokasi anggaran khusus untuk perlengkapan sekolah, hingga program literasi berbasis komunitas.

Banyuwangi memang mencatatkan sejumlah penghargaan edukatif, seperti dalam inovasi pendidikan karakter dan pelestarian budaya. Namun, hingga saat ini belum ada pemetaan menyeluruh terkait peningkatan kualitas SDM peserta didik, baik dari sisi hasil belajar, daya saing, maupun keterampilan abad ke-21.

Transformasi digital dalam pembelajaran juga belum menjadi arus utama. Program pelatihan guru berbasis teknologi masih terbatas, padahal tuntutan kurikulum dan tantangan global menuntut kesiapan sekolah dalam mengintegrasikan TIK secara efektif.

Pendidikan bukan semata urusan anggaran, tetapi menyangkut strategi pembangunan jangka panjang. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi perlu mengevaluasi kembali seluruh program pendidikan berdasarkan outcome dan impact, bukan hanya output dan narasi keberhasilan. Bahkan, diperlukan audit publik dan akademik yang serius transparan terhadap kebijakan yang berjalan selama ini,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *