Bismillah, kali ini saya perlu membahas fakta yang nyata dan sulit diabaikan. Sudah sekitar 3 tahun, warga Dusun Krajan, Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, terpaksa bertahan dalam kondisi lingkungan yang memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh kegagalan pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) atau tidak sesuai SOP (Standard Operating Procedure), yang terdapat di daerah tersebut. Polusi udara, air yang tercemar, dan asap pembakaran sampah sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Dampaknya begitu nyata, dengan puluhan anak-anak hingga bayi berumur 4,5 bulan, serta seorang lansia yang harus bolak-balik dirawat di rumah sakit akibat dampak buruk polusi.
Faktanya, bahwa paparan polusi udara, terutama dari pembakaran sampah, dapat menyebabkan penyakit pernapasan akut dan kronis, bahkan memperparah kondisi bayi dan lansia.
Ketidakpedulian pemerintah daerah terhadap masalah ini jelas menunjukkan kegagalan sistemis dalam tata kelola lingkungan, yang tidak hanya tidak optimal, tetapi juga membahayakan kesehatan publik. Pengaduan warga kepada pihak desa sering kali tidak ditanggapi serius, menunjukkan lemahnya respons dan kepedulian terhadap permasalahan lingkungan yang krusial.
Ironisnya, beberapa bulan yang lalu, Kabupaten Banyuwangi justru menerima penghargaan Adipura, simbol prestasi kebersihan lingkungan tingkat nasional. Bagaimana mungkin daerah yang meraih penghargaan kebersihan nasional, membiarkan warganya terpapar polusi yang berbahaya? Pertanyaan ini patut diajukan ketika kita melihat kondisi Desa Kedungrejo yang jauh dari apa yang seharusnya menjadi standar kebersihan lingkungan.
Penghargaan Adipura yang diberikan seakan menjadi sekadar formalitas, yang menutupi kenyataan bahwa tata kelola lingkungan di tingkat lokal telah gagal. Realitas yang dihadapi oleh warga Kedungrejo mencerminkan ketidakadilan lingkungan atau environmental injustice. Mereka yang tinggal di sekitar TPST, terutama dari (maaf) golongan ekonomi menengah ke bawah, terpaksa hidup dalam kondisi lingkungan yang tidak sehat, dengan risiko kesehatan yang semakin tinggi.
Pemerintah daerah seharusnya memastikan bahwa TPST beroperasi sesuai standar pengelolaan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini bukan sekadar soal kesehatan publik, tetapi juga terkait dengan komitmen Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya target terkait lingkungan hidup yang sehat dan lestari.
Pemerintah pusat perlu mengevaluasi kembali status Piala Adipura Banyuwangi dan memastikan penghargaan tersebut benar-benar mencerminkan kenyataan di lapangan. Jika tidak, penghargaan ini tak lebih dari simbol tanpa makna.
Warga Kedungrejo sudah cukup menderita. Mereka hanya menuntut hak dasar mereka: lingkungan yang sehat dan aman. Ketika seorang warga terdampak berkata, “Jangan beri kami kesejahteraan, tapi jangan bunuh kami!” itu adalah seruan yang seharusnya menggugah hati nurani kita semua.
Oleh : Joko Tama, Bwi, 17/10/2024