Actanews.id – Kisah Jovanka Alfaudi atau yang akrab disapa Jovan (19) menginspirasi banyak orang. Berangkat dari latar belakang santri, Jovan berhasil menguasai bahasa Arab hingga Spanyol selama empat tahun mondok di Pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al Islami, Leuwiliang, Bogor. Keahliannya dalam bahasa dan semangat juangnya membawa Jovan ke titik pencapaian yang luar biasa: diterima sebagai Calon Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) 2024.
Jovan bukan berasal dari keluarga kaya. Ayahnya, Wahludi, adalah pensiunan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) asal Pemalang, Jawa Tengah, sementara ibunya, Dina Sumartini, seorang ibu rumah tangga asal Magelang, Jawa Tengah. Jovan sendiri lahir dan besar di Jakarta Utara pada 16 Oktober 2004.
Motivasi Jovan untuk menjadi taruna bukan hanya dari dorongan orangtua dan para kyai serta ustaz di pesantrennya, tetapi juga dari kakak tertuanya, Dimas ALS, yang merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) 2016 dan kini bertugas di Sat-81/Gultor Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur.
“Motivasi saya jadi seorang polisi pertama datang dari abang saya dan keluarga. Kami dari keluarga biasa, tapi abang saya bisa jadi taruna Akmil meskipun tidak ada keluarga tentara atau polisi sebelumnya. Abang saya selalu mengajarkan bahwa keluarga kecil juga bisa meraih mimpi,” ujar Jovan.
Jovan tahu betul proses transparansi seleksi yang dialami kakaknya, dan hal itu juga menjadi semangatnya mendaftar di Polri. Ia menjalani berbagai tahap seleksi dari administrasi, kesehatan, psikologi hingga jasmani. Meski sempat gagal dua kali mendaftar Bintara Polri dan TNI karena masalah kesehatan, Jovan tidak patah arang. Ia menjalani serangkaian operasi, menjaga kesehatannya dengan ketat, dan mengikuti bimbingan belajar hingga akhirnya lolos seleksi Catar Akpol tingkat Polda Metro Jaya.
“Kegagalan saya di Bintara Polri dan TNI mungkin bukan rezeki saya di sana. Kakak saya melatih dengan keras karena dia sayang pada saya. Latihannya luar biasa keras,” cerita Jovan, yang merupakan alumni SD Cokroaminoto dan SMP Barunawati 2 Tanjung Priok.
Selama mondok di Ummul Quro, Jovan sempat tidak betah di tahun pertama. Namun, ia berhasil beradaptasi dan bahkan menjadi pengurus pondok di tahun ketiga, bertugas di bagian keamanan. Di pesantren tersebut, bahasa Arab dan Spanyol menjadi bahasa sehari-hari. Jovan juga diajarkan adab, ilmu, dan hafalan.
“Ustaz dan kyai saya selalu berpesan, adab di atas ilmu. Kami diajarkan sopan santun kepada guru, orang lain, dan tentu saja orangtua. Berkat doa restu mereka semua, saya bisa berdiri di sini dan berhasil lolos seleksi tingkat pusat Akpol. Semoga rezeki saya di Taruna Akpol 2024,” tandasnya.
Jovan adalah contoh nyata bahwa dengan semangat, disiplin, dan dukungan dari orang-orang tercinta, impian sebesar apapun bisa diraih. Kisahnya menjadi inspirasi bagi banyak anak muda untuk terus berjuang meraih mimpi mereka.