banner 728x250
opini  

Jazz Gunung Ijen 2025, Etalase Pariwisata Ditengah Tuntutan Transparansi di Masa Efisiensi Anggaran

Oleh : Joko Wiyono

Sejak pertama kali menjadi bagian dari Banyuwangi Festival pada 2013, Jazz Gunung Ijen selalu berhasil memikat hati publik. Perpaduan alunan musik jazz dengan panorama Gunung Ijen menjadikannya salah satu etalase pariwisata kelas Nasional. Setiap tahun, ratusan penonton dari dalam dan luar negeri hadir, tak hanya untuk menikmati musik, tetapi juga merasakan sensasi keindahan alam Banyuwangi.

Namun, di balik gemerlap panggung dan tepuk tangan meriah, siapa yang paling diuntungkan dari festival ini, dan sejauh mana manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat Banyuwangi?

Festival berkelas  seperti Jazz Gunung Ijen pasti mendapat dukungan dana publik, baik melalui APBD, fasilitas pemerintah daerah, maupun sponsor korporasi. Tahun ini, acara tersebut disokong  lagi melalui BRI Jazz Ijen Series3 untuk tahun 2025 ini. Namun,hingga kini besaran anggaran yang digunakan jarang bahkan nyaris tidak pernah diumumkan secara terbuka. Padahal, keterbukaan informasi merupakan kunci agar publik dapat menilai apakah dana yang dikeluarkan sepadan dengan manfaatnya dan masyarakat tentu akan lebih mudah menilai efektivitas penggunaan dana dan menghindari kesan bahwa festival ini hanyalah “panggung mahal” bagi segelintir pihak.

Tidak dipungkiri, para wisatawan banyak yang datang memberi rezeki bagi sektor perhotelan, restoran, transportasi, hingga pedagang kecil. Namun perlu dikoreksi lagi, apakah UMKM lokal benar-benar menjadi pemain utama, atau hanya figuran yang tersisih dari pusat keuntungan?

Tahun ini Pemkab mengusung program digitalisasi UMKM sebagai bagian dari festival. Gagasan ini patut diapresiasi, tetapi tanpa pendampingan pasca-acara, program berisiko hanya menjadi slogan di spanduk promosi, bukan peningkatan nyata di neraca pendapatan pelaku usaha.

Tahun ini, Pemkab memangkas jumlah agenda Banyuwangi Festival dari 79 menjadi sekitar 38 kegiatan, dengan alasan efisiensi dan fokus pada acara yang berdampak langsung ke masyarakat. Langkah ini wajar di tengah kondisi fiskal yang ketat. Namun, jika Jazz Gunung Ijen tetap dipertahankan, maka harus dibuktikan bahwa ia benar-benar menjadi investasi budaya dan ekonomi yang memberikan nilai tambah riil bagi daerah.

Jazz Gunung Ijen memiliki potensi besar sebagai promotor pariwisata dan budaya Banyuwangi. Tetapi tanpa transparansi anggaran, keterlibatan maksimal UMKM lokal, dan akses yang inklusif bagi warga, festival ini  hanya menjadi tontonan indah yang mahal. Di tengah tuntutan efisiensi,

Pemkab Banyuwangi harus bisa membuktikan bahwa Jazz Gunung Ijen bukan sekadar agenda tahunan, melainkan instrumen pembangunan ekonomi rakyat yang nyata. Atau hanya tontonan beberapa jam dengan anggaran  ratusan bahkan milyaran rupiah, kita tunggu hasilnya. Selamat  menikmati alunan jazz dibawah bayang-bayang kenaikan pajak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *