banner 728x250
opini  

Ironi Kekerasan di Dunia Pendidikan dan Harapan pada Program “Sobat” Banyuwangi

Actanews.id – Dunia pendidikan di Kabupaten Banyuwangi kembali tercoreng dengan adanya dugaan kekerasan yang dilakukan oleh oknum pendidik/oknum kepala sekolah. Peristiwa ini menimbulkan ironi besar, karena sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak untuk belajar dan berkembang. Tidak hanya bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan, kekerasan terhadap siswa juga jelas melanggar hukum, khususnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak.

Insiden dugaan kekerasan oleh seorang oknum kepala sekolah ini, memunculkan kembali pertanyaan tentang efektivitas pengawasan dan pembinaan di lingkungan sekolah. Jika benar terbukti, kasus ini tidak hanya membutuhkan penanganan hukum,  tetapi juga langkah preventif yang lebih terstruktur.

Kekerasan fisik dan bullying di sekolah bisa menjadi manifestasi dari lemahnya sistem pengelolaan emosi dan kurangnya pendekatan humanistik dalam pendidikan. Penanganan kasus seperti ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah (dinas pendidikan), dan penegak hukum. Lebih jauh, pelatihan khusus bagi guru mengenai pengelolaan emosi dan metode pembelajaran yang berfokus pada nilai-nilai kemanusiaan harus menjadi prioritas.

Kabupaten Banyuwangi telah meluncurkan program Sekolah Orang Tua Hebat (Sobat), sebuah inisiatif yang berusaha menciptakan keselarasan antara pendidikan di rumah dan di sekolah. Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas orang tua dalam mendampingi anak secara emosional dan akademis, sehingga dapat mencegah perilaku menyimpang seperti bullying.

Pendekatan ini relevan, mengingat banyak perilaku kekerasan di sekolah berakar pada pola asuh yang tidak tepat di rumah. Dengan memperkuat keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak, Sobat memiliki potensi untuk menjadi model pencegahan bullying berbasis keluarga.

Namun, keberhasilan program ini tidak bisa hanya diukur dari jumlah seminar atau pelatihan yang dilakukan. Perlu ada mekanisme evaluasi yang jelas untuk memastikan bahwa orang tua menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh dan bahwa program ini berdampak pada perubahan perilaku siswa di sekolah.

Program Sobat harus berintegrasi dengan regulasi nasional seperti Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Sayangnya, banyak sekolah masih belum memahami atau menerapkan regulasi ini dengan optimal. Program Sobat dapat menjadi alat efektif untuk memperkuat sosialisasi regulasi ini kepada masyarakat, sekaligus membangun pemahaman tentang pentingnya lingkungan pendidikan yang bebas kekerasan.

Selain itu, sekolah perlu meningkatkan kompetensi/SDM guru bimbingan konseling (BK) dan psikolog sekolah yang diketahui jumlahnya sangat terbatas, untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal kekerasan atau bullying dan menangani kasus secara profesional. Pendekatan restoratif juga bisa menjadi opsi dalam menyelesaikan kasus bullying, dengan melibatkan pelaku, korban, dan komunitas sekolah dalam mencari solusi bersama.

Kesuksesan program Sobat tidak hanya bergantung pada konsistensi implementasinya, tetapi juga pada sinergi antara pemerintah, sekolah, dan keluarga. Kolaborasi dengan akademisi dan lembaga penelitian untuk mengembangkan indikator keberhasilan berbasis data juga diperlukan.

Jika semua pihak berkomitmen, Banyuwangi memiliki peluang besar untuk menjadi contoh daerah yang berhasil menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, bebas bullying, dan humanis. Dengan pendekatan yang terintegrasi, kita dapat mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki empati dan karakter yang kuat.

 

oleh: Joko Tama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *