JAKARTA, Actanews.id — Eks penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, resmi mendapat kepercayaan baru dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Bersama Herry Muryanto, Novel ditunjuk untuk memimpin satuan tugas khusus bertajuk Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara.
Dalam struktur baru itu, Herry Muryanto menjabat sebagai Kepala Satgas, sementara Novel Baswedan dipercaya sebagai Wakil Kepala. Penunjukan dua eks pegawai KPK ini menandakan langkah serius Polri dalam mengoptimalkan penerimaan negara melalui pengawasan dan pencegahan kebocoran keuangan publik.
Profil dan Rekam Jejak Novel Baswedan
Nama Novel Baswedan bukan sosok asing di kancah pemberantasan korupsi di Indonesia. Lahir di Semarang, 22 Juni 1977, Novel merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1998. Setelah lulus, ia mengawali karier di Bareskrim Mabes Polri dan mulai dikenal saat bergabung ke KPK pada tahun 2007.
Di KPK, kiprah Novel mencuat lewat sejumlah pengungkapan kasus besar, termasuk penangkapan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin di Kolombia pada 2011, dan pembongkaran kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games yang menyeret politisi Angelina Sondakh.
Tahun 2012, ia juga menangani kasus simulator SIM yang menjerat jenderal Polri aktif, seperti Irjen Djoko Susilo dan Brigjen Didik Purnomo. Sejak saat itu, nama Novel semakin identik dengan keberanian membongkar praktik korupsi kelas kakap, termasuk yang melibatkan aparat penegak hukum sendiri.
Namun perjuangannya tak selalu mulus. Pada Oktober 2012, Novel sempat hendak ditangkap polisi Bengkulu atas tuduhan kasus lama saat ia masih bertugas di sana. Kasus yang disebut-sebut sarat kejanggalan itu akhirnya dihentikan setelah mendapat sorotan publik dan intervensi Presiden kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono.
Tahun 2014, Novel resmi mundur dari kepolisian dan sepenuhnya fokus sebagai penyidik KPK.
Korban Penyerangan Air Keras
Nama Novel kembali jadi perhatian publik usai menjadi korban penyerangan brutal pada 11 April 2017. Saat hendak pulang dari salat Subuh, dua orang tak dikenal menyiramkan cairan asam sulfat (H₂SO₄) ke wajahnya, menyebabkan luka berat di bagian mata.
Ia kemudian menjalani perawatan intensif di Singapura selama berbulan-bulan. Kasus ini sempat mandek dan memicu kecaman luas dari masyarakat, sebelum akhirnya pada 2019 pelakunya berhasil diungkap.
Dua anggota aktif kepolisian, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dinyatakan bersalah sebagai pelaku penyiraman. Kasus ini menjadi simbol betapa beratnya tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia, bahkan bagi aparat penegak hukum sekalipun.
Kembali Dilibatkan dalam Tugas Negara
Dengan ditunjuknya Novel Baswedan dalam jabatan strategis di Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara, publik menaruh harapan agar integritas dan rekam jejak pemberantasan korupsinya bisa membawa perubahan signifikan, terutama dalam menutup celah-celah kebocoran penerimaan negara.
Penunjukan ini sekaligus menunjukkan bahwa keberanian dan integritas tetap menjadi modal penting untuk membangun institusi yang bersih dan profesional.
Penulis : Joko wiyono, dari berbagai info media.