banner 728x250

Barong Ider Bumi, Tradisi Tolak Bala Suku Osing yang Terus Dilestarikan

Banyuwangi, Actanews.id – Masyarakat Osing di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, kembali menyambut dengan antusias Tradisi Barong Ider Bumi, sebuah ritual tahunan yang dipercaya sebagai bentuk syukur sekaligus pengusir pagebluk atau tolak bala. Tahun ini, tradisi sakral tersebut berlangsung pada 1 April 2025, bertepatan dengan hari kedua Lebaran Idul Fitri.

Ritual dimulai dengan arak-arakan barong yang diiringi pembacaan tembang macapat dari Lontar Yusuf. Tembang ini diyakini sebagai doa kepada Tuhan serta mantra untuk leluhur. Pemimpin ritual bersama tokoh adat dan tamu undangan memimpin prosesi, di mana mereka menebarkan sembur uthik-uthik, yaitu campuran beras kuning, bunga, dan koin, yang dipercayai membawa berkah dan menangkal marabahaya.

Masyarakat Osing meyakini bahwa ritual ini berawal pada tahun 1800-an, ketika Desa Kemiren dilanda pageblug atau wabah yang mengakibatkan banyak korban jiwa serta gagal panen akibat serangan hama.

Menurut Suhaimi, tokoh adat setempat, ritual ini pertama kali muncul sekitar tahun 1840-an setelah sesepuh desa mendapat wangsit melalui mimpi untuk menggelar upacara slametan dan arak-arakan barong keliling desa sebagai penolak bala.

“Kemudian muncul masa paceklik yang panjang, sehingga sesepuh desa meminta petunjuk kepada Mbah Buyut Cili. Melalui mimpi, mereka mendapat isyarat untuk mengadakan arak-arakan barong sebagai penangkal marabahaya,” jelas Suhaimi, Selasa (1/4/2025).

Arifin, Kepala Desa Kemiren, mengungkapkan rasa syukurnya atas terlaksananya ritual ini meski di tengah kondisi hujan. “Kami tetap bersyukur karena hujan adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya melestarikan tradisi ini agar tetap hidup di tengah masyarakat. “Ke depan, kami berharap generasi muda terus menjaga budaya dan adat istiadat Osing agar tetap lestari,” tambahnya.

Arak-arakan dimulai dari sisi timur Desa Kemiren dan bergerak ke arah barat sejauh sekitar dua kilometer. Sepanjang perjalanan, para tokoh adat menebarkan sekitar 999 koin logam yang dicampur dengan beras kuning dan bunga sebagai simbol penolak bala.

Puncak acara ditandai dengan kenduri massal, di mana warga duduk bersama di sepanjang jalan desa menikmati pecel pithik, makanan khas Banyuwangi yang disajikan secara gotong royong.

Menurut Haidi Bing, tokoh budaya Desa Kemiren, ritual ini telah menjadi bagian dari Banyuwangi Festival 2025 dan mendapat apresiasi luas. “Alhamdulillah, tradisi turun-temurun yang melahirkan masyarakat guyup, rukun, dan damai ini masih lestari. Semoga kelak diwarisi oleh generasi penerus,” tuturnya.

Sebagai jantung budaya Banyuwangi, Desa Kemiren terus menjaga warisan leluhur ini agar tetap hidup dan menjadi bagian dari identitas masyarakat Osing. Dengan semangat kebersamaan dan kecintaan terhadap budaya, Tradisi Barong Ider Bumi diharapkan tetap terjaga sebagai salah satu kekayaan budaya Nusantara. (ILHAM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *