Banyuwangi, Actanews.id – PT Lautindo Synergy Sejahtera (LSS), perusahaan perikanan yang beroperasi di Desa Kedungringin, Kecamatan Muncar, mendapat sorotan tajam setelah Serikat Buruh Perikanan Independen (SBPI) PT LSS menuding manajemen perusahaan melakukan pemberangusan serikat pekerja (union busting). Akibat tindakan ini, sembilan anggota SBPI PT LSS mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diduga dilakukan secara sepihak.
Ketua SBPI PT LSS, Syarif Hidayatullah, menegaskan bahwa dugaan union busting ini bukan sekadar isu internal, melainkan bentuk nyata pelanggaran hukum ketenagakerjaan. “Kami menduga kuat ada konspirasi dan pihak-pihak yang tidak menghendaki adanya serikat buruh di perusahaan,” ujar Syarif, Rabu (12/3/2025).
Tindakan ini berpotensi melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, yang secara tegas melarang segala bentuk penghalangan atau pemaksaan terhadap pekerja untuk berserikat. Jika terbukti bersalah, manajemen PT LSS bisa dijerat hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp500 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 43 undang-undang yang sama.
Selain dugaan pemberangusan serikat, SBPI PT LSS juga menyoroti berbagai pelanggaran hak buruh yang dilakukan perusahaan, di antaranya:
Pembayaran upah di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Banyuwangi 2025.
Upah lembur yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Jam kerja panjang tanpa kompensasi yang layak.
Tidak diberikannya cuti haid dan cuti melahirkan bagi buruh perempuan.
Ironisnya, pelanggaran ini bertentangan dengan Kode Etik dan Kebijakan Hak Asasi Manusia yang dipublikasikan melalui situs web induk perusahaan di Thailand. Dalam kebijakan tersebut, perusahaan anak diwajibkan menghormati hak berserikat dan memenuhi standar ketenagakerjaan di negara tempat mereka beroperasi.
Merespons dugaan pelanggaran ini, SBPI PT LSS telah melaporkan kasus tersebut ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Ketenagakerjaan. Mereka mengajukan sejumlah tuntutan, termasuk:
Mempekerjakan kembali sembilan anggota serikat yang di-PHK secara sepihak.
Mengembalikan dua pengurus serikat ke posisi semula sebagai Group Leader.
Membayar upah sesuai UMK Banyuwangi 2025 dan melunasi kekurangan upah sebelumnya.
Membayar kekurangan upah lembur selama periode 2020-2025.
Menghentikan segala bentuk union busting.
Mengangkat 24 anggota SBPI menjadi pekerja tetap sesuai aturan.
Mendesak pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan penyelidikan serius dan profesional.
Menuntut penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) menetapkan tersangka bagi manajemen yang terlibat.
Sekretaris SBPI PT LSS, Agung Windu Pramono, menegaskan bahwa jika tuntutan ini diabaikan, pihaknya akan membawa kasus ini ke tingkat nasional dan internasional. “Perjuangan ini bukan hanya untuk buruh PT LSS, tetapi juga untuk menegakkan keadilan bagi pekerja di sektor perikanan yang selama ini sering terabaikan,” ujarnya.
SBPI juga mengancam akan menggalang dukungan dari komunitas buruh internasional serta menggelar aksi massa sebagai bentuk tekanan.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur diharapkan melakukan pemeriksaan menyeluruh serta menindak tegas jika ditemukan pelanggaran. “Minggu depan tahapannya masih dalam proses klarifikasi,” ujar seorang pejabat Disnakertrans yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Lautindo Synergy Sejahtera belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan yang dilayangkan SBPI PT LSS. Upaya konfirmasi masih terus dilakukan.