JAKARTA, Actanews.id – Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto menyoroti serius pengadaan makanan bagi narapidana (napi) di lembaga pemasyarakatan (lapas). Dalam unggahan di akun Instagram resminya @agusandrianto.id pada Sabtu (17/5/2025), Agus mengungkapkan sejumlah masalah krusial, mulai dari praktik monopoli, rendahnya kualitas makanan, hingga minimnya pemanfaatan hasil ketahanan pangan yang dikelola napi.
Agus menyatakan bahwa selama ini pengadaan bahan makanan (bama) bagi warga binaan sepenuhnya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, seiring dorongan pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan, tiap lapas kini diwajibkan memberdayakan lahan pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan. Hasil produksi ini, menurut Agus, wajib diserap oleh penyedia makanan napi.
“Tahun ini saya minta sistem pengadaan bahan makanan tidak lagi sentralistik. Kontraknya harus disesuaikan. Semua penyedia wajib menyerap minimal 5 persen hasil ketahanan pangan dari program pembinaan napi,” tegas Agus.
Tindak Tegas Vendor Nakal dan Praktik Monopoli
Lebih lanjut, Agus memerintahkan jajaran untuk mengevaluasi bahkan mencabut kontrak vendor yang enggan menyerap hasil produksi napi. Ia menyinggung adanya dugaan praktik manipulatif dalam proses tender.
“Kalau tidak menyerap hasil pembinaan ketahanan pangan, jangan ragu untuk evaluasi bahkan cabut kontraknya. Banyak yang dimenangkan lewat cara-cara akal-akalan,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa selama ini pengadaan bama di beberapa UPT Pemasyarakatan dikuasai segelintir pihak, menyebabkan munculnya praktik monopoli dan rendahnya standar layanan makanan bagi warga binaan. Agus menilai kualitas dan keberlanjutan layanan kerap dikorbankan demi kepentingan segelintir vendor.
Perkuat Pengawasan dan Dasar Regulasi Baru
Dalam rangka pembenahan sistem, Agus menekankan pentingnya pengawasan ketat dari kepala lapas (kalapas) dan kepala rumah tahanan (karutan). Ia meminta laporan akuntabel dan berjenjang agar pengadaan makanan sesuai dengan ketentuan kualitas dan kuantitas yang layak.
Ia juga menyoroti terbitnya Keputusan Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan Nomor 1 Tahun 2025 sebagai tonggak reformasi pengelolaan makanan napi. Dengan aturan tersebut, sistem pengadaan tidak hanya diperbaiki dari sisi teknis, tetapi juga dari segi pemberantasan monopoli.
“Ini bagian dari upaya strategis nasional, menyelamatkan kualitas layanan sekaligus menjaga ketertiban dan keamanan di dalam lapas,” jelasnya.
Gandeng UMKM, Ciptakan Manfaat Ekonomi Sekitar
Tak hanya fokus pada perbaikan internal, Agus juga ingin pengelolaan lapas membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Salah satu langkahnya adalah menggandeng usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal sebagai mitra penyedia bahan makanan.
“Pelaku usaha lokal harus diundang ikut tender. Ini bukan hanya untuk transparansi, tapi juga menghapus monopoli dan menciptakan efek ekonomi nyata di sekitar lapas,” ujar Agus.
Agus optimistis jika kebijakan ini dijalankan konsisten, maka ketahanan pangan lapas akan semakin kuat, layanan makanan napi meningkat, dan perekonomian lokal ikut terangkat.
“Makanan layak dan bergizi adalah hak setiap tahanan, napi, anak dan anak binaan. Itu bagian dari misi kemanusiaan sekaligus strategi pembangunan,” pungkasnya.