Banyuwangi, Actanews.id – Kegiatan Kemah Moderasi Beragama yang diselenggarakan di halaman Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gambiran pada Jumat sore (24/10/2025) menjadi salah satu wujud praksis nyata penguatan nilai-nilai toleransi dan kebersamaan lintas iman di tingkat lokal. Ratusan peserta dari berbagai unsur keagamaan hadir, merepresentasikan pluralitas masyarakat Banyuwangi yang hidup dalam bingkai kebangsaan.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Dr. Chairani Hidayat, S.Ag., M.M., yang turut didampingi oleh para kepala seksi di lingkungan Kementerian Agama, antara lain Kepala Subbagian Tata Usaha, Kepala Seksi Bimas Islam, serta penyelenggara Katolik dan Hindu.
Dalam sambutannya, Chairani Hidayat menegaskan bahwa kemah moderasi beragama bukan sekadar aktivitas seremonial, melainkan bagian dari strategi internalisasi nilai-nilai kemanusiaan universal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif untuk menempatkan kemanusiaan sebagai fondasi dalam relasi sosial.
> “Kalau kita bicara tentang kemanusiaan, di situ tidak mengenal adanya perbedaan suku, agama, ras, dan golongan,” ungkapnya.
Menurut Chairani, Banyuwangi merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kemajemukan tinggi, baik dari segi etnisitas, kultur, maupun keyakinan keagamaan. Dalam konteks tersebut, kemah moderasi berfungsi sebagai ruang dialog sosial dan interaksi multikultural yang mendorong peserta untuk memahami pentingnya harmoni di tengah pluralitas.
> “Kemah moderasi tingkat kecamatan yang dilaksanakan di Gambiran ini mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi kecamatan lain untuk melakukan hal serupa,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala KUA Kecamatan Gambiran, Gufron Mustofa, menjelaskan bahwa kegiatan ini memiliki dimensi edukatif dan dialogis. Ia menuturkan bahwa peserta berasal dari berbagai latar belakang keagamaan — Islam, Hindu, Buddha, Katolik, dan Kristen — serta unsur pimpinan majelis taklim dan organisasi keagamaan setempat.
> “Kami ingin membangun ruang perjumpaan yang penuh keakraban dan saling memahami. Dari sinilah semangat moderasi beragama bisa tumbuh dari akar rumput,” ujarnya.
Kegiatan yang berlangsung hingga Sabtu pagi (25/10/2025) tersebut mencakup berbagai agenda reflektif, seperti renungan kebangsaan dan doa lintas agama yang dipimpin secara bergantian oleh tokoh-tokoh lima agama. Melalui rangkaian kegiatan ini, peserta diajak untuk merefleksikan makna kebangsaan dan kemanusiaan dalam konteks kehidupan sehari-hari, serta mengidentifikasi peran agama dalam menjaga stabilitas sosial.
Sebagai puncak kegiatan, acara ditutup dengan doa bersama sebagai simbol komitmen moral untuk menjaga perdamaian dan memperkuat kohesi sosial. Nuansa keheningan yang melingkupi malam penutupan menghadirkan pengalaman spiritual kolektif yang meneguhkan pesan kebersamaan.
Dalam konteks akademik, kegiatan seperti ini dapat dibaca sebagai praktik religious civic engagement, yakni keterlibatan komunitas keagamaan dalam memperkuat nilai-nilai kewargaan dan keadaban publik. Kemah moderasi menjadi ruang pembelajaran sosial yang menumbuhkan empati lintas identitas, memperluas pemahaman terhadap prinsip moderasi beragama, serta mempertegas peran agama sebagai instrumen perdamaian.
Di tengah arus globalisasi yang sering kali memunculkan polarisasi dan intoleransi, kegiatan ini menunjukkan bahwa nilai-nilai moderasi beragama dapat diaktualisasikan melalui pendekatan yang partisipatif dan kontekstual. Banyuwangi, dengan segala keragamannya, kembali membuktikan bahwa keberagaman bukanlah sumber perpecahan, melainkan kekuatan yang memperkaya konstruksi kebudayaan dan kemanusiaan di Indonesia. (*)














