banner 728x250
Berita  

LAKSI Desak Penegakan Hukum atas Penyebaran Rekaman Ilegal yang Rugikan Menkop Budi Arie

Jakarta,.Actanews.id  –  Koordinator Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI), Azmi Hidzaqi, mendesak aparat penegak hukum dan Dewan Pers untuk bertindak tegas terhadap oknum media yang diduga menyebarkan rekaman percakapan telepon ilegal yang menyeret nama Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi.

Menurut Azmi, Budi Arie adalah korban dari praktik jurnalisme yang tidak etis. Ia menyebut rekaman tersebut telah dipotong-potong, disebarkan tanpa izin, dan dijadikan alat untuk menyerang kehormatan pribadi sang menteri.

“Kami menuntut tindakan tegas terhadap siapa pun yang menggunakan media untuk menyerang kehormatan seseorang, menyebarkan provokasi, agitasi, dan propaganda yang menyesatkan. Apalagi jika disertai ujaran kebencian,” ujar Azmi dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (29/5).

Budi Arie sendiri telah membantah berbagai tuduhan yang dilontarkan pasca tersebarnya isi rekaman. Ia mengaku sangat keberatan dan kecewa atas tindakan jurnalis yang diduga menjebaknya dalam percakapan, lalu merekam secara diam-diam tanpa persetujuan, dan menyebarkannya ke publik.

“Ini adalah bentuk pelanggaran privasi dan pencemaran nama baik. Framing yang dilakukan oknum tersebut sangat merugikan Pak Budi Arie secara pribadi dan jabatan,” tambah Azmi.

LAKSI menilai penyebaran rekaman tersebut merupakan tindakan melanggar hukum yang dapat dijerat dengan berbagai pasal, di antaranya:

  • Pasal 310 KUHP dan Pasal 433 UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) terkait pencemaran nama baik.
  • UU ITE untuk penyebaran informasi elektronik yang mengandung kebencian atau hoaks.
  • Pasal 31 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang larangan intersepsi atau penyadapan ilegal, yang dapat dikenakan sanksi hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 800 juta.

“Jika isi percakapan disebarkan dengan narasi yang menyudutkan dan memprovokasi, maka dapat memicu konflik sosial dan mengganggu ketertiban umum. Ini berbahaya,” tegas Azmi.

Oleh karena itu, LAKSI mendesak:

  1. Polri untuk mengusut tuntas pelaku penyebaran pertama rekaman ilegal.
  2. Dewan Pers untuk melakukan investigasi terhadap media yang pertama kali menayangkan atau menyebarkan informasi tersebut.
  3. Masyarakat untuk turut melaporkan media yang menyebarkan berita bohong, ujaran kebencian, dan rekaman ilegal, sebagai bentuk partisipasi dalam menjaga ruang informasi yang sehat.

Azmi menegaskan bahwa tindakan penyadapan dan penyebaran tanpa izin adalah pelanggaran serius, dan tidak boleh dibenarkan atas nama kebebasan pers.

“Kami mengecam keras setiap upaya jurnalis yang melanggar etika dan hukum demi kepentingan sensasi atau politik. Pers harus menjadi penjernih informasi, bukan penyebar racun opini,” tutup Azmi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *