banner 728x250

Menambang “Emas”, Dalam Tata kelola Pertanian

Actanews.id – Sumber daya bumi Blambangan (Banyuwangi) dalam pandangan “Menambang” potensi kekayaan alam yang berupa “Emas” bukan dalam arti harfiah, bahwa “Emas” yang dimaksud bukanlah wujud benda logam mulia, dalam bentuk materi dan wujud emas sebenarnya. Di sini “Emas” yang dimaksud adalah “Sumber Daya Manusia (SDM)”, dalam menciptakan pemikiran-pemikiran dan keilmuan yang inspirarif dalam mengubah paradigma dan mainset berfikir.

Konsep ide dan gagasan merupakan modal utama dari sebuah “inisiasi dan inovasi”, yang berlanjut dalam tahapan yang dapat diwujudkan dan diimplementasikan sehingga memberikan nilai tambah/value bagi kemudahan dan aktifitas manusia sehari-hari.

Sumber daya manusia aspek penting, dalam kemajuan dan peradaban kehidupan manusia. Dunia berkembang dari kemampuan hard skil arah mekanisasi dan industri dalam dunia terapan yang sekarang tumbuh pesat, apalagi di tunjang dalam kemajuan Informasi Teknologi, semakin mempercepat akselerasi bahwa penguasaan ilmu dan pengetahuan, akan menjadi lebih berkembang, manakala layanan frekwensi pita lebar menjadi hal yang “wajib” untuk dibenamkan dan diaplikasikam.

Pada konteks kekuatan ekonomi dan pembangunan suatu daerah, aspek potensi sumber daya yang dimiliki merupakan aspek analisa dimana kekuatan kita/daerah berada.

Menurut hemat penulis kekuatan paling berharga dari sebuah potensi ekonomi yang dapat dibangkitakan dari suatu negara adalah “Tanah”, apalagi tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang baik.

Pada masa era orde lama, kekuatan negara akan tumbuh pesat dalam konsep ekonomi dengan penerapan “Land Reform”.

Ketersedian lahan pertanian yang luas, bukan berarti menjadi modal dasar kekuatan daerah. Seperti Bumi Blambangan Banyuwangi, lahan luas menjadi bukan lagi seperti “Emas”, manakala pemimpin daerah tidak dapat menggunakan birokrasi dan mesin pemerintahan menjadi misi dan strategi, unggulan pada entitas pertanian sebagai kekuatan ekonomi yang dahsyat dalam mensejahterakan rakyatnya.

Pemimpin daerah terjebak dalam paradigma berfikir akan background dari bentukan sebuah individunya. Kalau pemimpin dalam kenteks persepsi, maka akan berkembang aspek prioritas dari satu daerah sesuai apa yang dia sukai dan senangi (subyektifitas). Sukanya pariwista dan berkesenian, pada akhirnya haluan pembangunan akan mengikuti dari model kepemimpinannya.

Tetapi bila merasa mempelajari aspek perkembangan dan sejarah, dalam rangkaian antropolgi maupun sosiolgi daerah, setidaknya janganlah ditinggalkan sebagai kajian dan pemikiran dasar dalam langkah dan gerak strategi pembangunan.

Bumi Blambangan/Banyuwangi, dikaruniai “pekarangan luas” namun pekarangan yang luas itu serasa, dihuni oleh orang lain yang menguasai dan memanfaatkan pekarangan kita. Mengekplotasi dalam kepentingan segelintir pihak, bukan masyarakat Blambangan yang seharusnya dapat menikmati dari Land Reform dan hasil buminya. Tanah Blambangan yang luas, ternyata sempit, bukan BUMD Banyuwangi yang diberikan hak otonomi membela kepentingan dan mensejahterakan masyarakat Banyuwangi, tapi lahan yang luas dikuasi oleh kepentingan segelintir pihak.

Tanah merupakan potensi sebuah harta karun yang bila dikelola dan dimanajemen dengan campur tangan negara yang berpihak pada rakyatnya, maka akan menjadi “emas” yang sesungguhnya, bukan emas yang berbentuk gunung (sekarang menjadi gunung terbalik) yang hanya “dicuri” dan tidak memberikan dampak yang berarti bagi kesejahteraan Rakyat Bumi Blambangan Tercinta.

ANDI PURNAMA
Pengamat Kebijakan Publik dan Pembangunan

“BANYUWANGI ASLI”
“jenggirat Tangi Sadar Lan Waspodo”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *