Banyuwangi, Actanews.id – Polemik terkait pemasangan bronjong di tebing saluran irigasi Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Banyuwangi kembali mencuat. Sebelumnya, pada Jumat (18/10/2024), Dinas PU Pengairan Banyuwangi bersama Komunitas Pemerhati Banyuwangi (KPB) mendampingi pemilik lahan, melakukan audiensi terkait surat rekomendasi pemasangan bronjong yang dikeluarkan Dinas PU Pengairan pada 5 Agustus 2024. Surat dengan Nomor: 503/2061/429.105/2024 tersebut, menuai polemik terutama terkait penentuan batas patok plonto dan jalan di lokasi pembangunan.
Maka untuk tindak lanjut, pada Selasa (22/10/2024) pagi, tim dari Dinas PU Pengairan yang dipimpin oleh Anwar Nuris, selaku Sub Koordinator Pemanfaatan dan Pengelolaan Aset, turun langsung ke lokasi bersama KPB, Pemerintahan Kelurahan Boyolangu, dan pemilik lahan, Anang Nugroho. Inpeksi ini dilakukan untuk meninjau langsung kondisi lapangan dan pembangunan bronjong yang dituding belum jelas batas-batasnya.
Menurut Anwar Nuris, pihak Dinas PU Pengairan akan mengevaluasi proses pembangunan bronjong tersebut, terutama soal batas-batas pastinya. “Kami akui, ada kurangnya koordinasi terkait penentuan patok batas sempadan saluran dengan beberapa pihak terkait. Kami akan segera melakukan evaluasi agar tidak ada pihak yang dirugikan,” ungkapnya.
Anang Nugroho, sebagai pemilik lahan yang merasa dirugikan, menegaskan bahwa lahan tempat pembangunan bronjong tersebut, sesuai bukti kepemilikan dan kerawanagan masuk dalam batas tanahnya. “Pembanguan ini tanpa ada koordinasi saat pengerjaan. Trotoar rusak dan pohon di lahan yang bersertipikat saya, ditebang tanpa izin,” tegasnya.
Sedangkqn Ansori, selaku staf Bagian pertanahan Kelurahan Boyolangu, turut memperkuat pernyataan Anang dengan menjelaskan bahwa batas tanah Anang memang sampai bibir sungai/jembatan. “Pembangunan bronjong ini seharusnya melalui koordinasi yang jelas dengan pemilik tanah. Kami berharap masalah ini cepat diselesaikan agar tidak terus berlarut-larut.”
Sementara, KPB menyoroti pentingnya transparansi dan prosedur yang jelas dalam menetapkan batas-batas lahan. Mereka meminta agar bukti kepemilikan tanah dan PBB diperhatikan dengan baik, guna menghindari konflik. “Transparansi dalam proses penetapan batas lahan sangat penting. Kami akan mengawal kasus ini agar kepentingan waega tetap terjaga,” jelas Agung, selaku Ketua KPB.
Menurut Agung, sesuai Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Sempadan Danau, bahwa saat penentuan batas idealnya harus menghadirkan pemilik tanah, Instansi terkait. “Setelah clear dibuatkan berita acara, sehingga jelas dan tidak ada permasalahan” tandas Agung.