banner 728x250

RKBK Gelar Dialog Publik, Satreskrim Polresta Banyuwangi Tegaskan Komitmen Tertibkan Tambang Ilegal

BANYUWANGI, ActaNews.id – Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK) Banyuwangi kembali menghadirkan ruang dialog publik yang bermakna. Pada Jumat (23/5/2025), RKBK menggelar diskusi terbuka bertema “Sinergi Penegakan Hukum dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Isu Pertambangan Galian C”, menghadirkan Kasatreskrim Polresta Banyuwangi, Kompol Komang Yogi Arya Wiguna, S.I.K., sebagai narasumber utama.

Acara yang dimoderatori langsung oleh Ketua RKBK, Hakim Said, S.H., ini turut dihadiri jajaran Satreskrim Polresta Banyuwangi seperti Wakasatreskrim Iptu Didik Hariyono dan Kanit Pidsus Azmal Rahadian HasbiAlloh. Hadir pula beragam tokoh masyarakat—dari agamawan, seniman, pengusaha, praktisi hukum, hingga aktivis sosial dan perbankan.

Dalam pemaparannya, Kompol Komang menjelaskan peran strategis Satreskrim dalam Tim Terpadu (Timdu) Banyuwangi yang menangani pengawasan dan penertiban tambang galian C ilegal. Ia menekankan pendekatan Satreskrim yang tidak hanya represif, tetapi juga solutif.

“Kami tidak bekerja sendiri. Kami hadir sebagai bagian dari sistem lintas sektor yang terintegrasi dengan OPD teknis. Penindakan penting, tapi pembinaan dan pendampingan legalisasi juga prioritas,” ungkapnya.

Kompol Komang menegaskan, tambang ilegal bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan juga ancaman lingkungan dan keselamatan masyarakat.

“Kami mengedepankan penegakan hukum yang tegas namun manusiawi. Pelaku usaha perlu diberikan ruang menuju legalitas,” tambahnya.

Ketua RKBK, Hakim Said, dalam pengantar diskusi menyampaikan bahwa penyelesaian persoalan pertambangan harus ditempuh secara menyeluruh—melibatkan hukum, tata kelola, partisipasi warga, dan komitmen politik.

“RKBK berkomitmen menjadi jembatan solusi. Kita ingin tambang legal mendapat perlindungan, tambang ilegal ditertibkan, dan masyarakat ikut terlibat dalam proses yang transparan,” ujar Hakim.

Diskusi berjalan dinamis. Andi Purnama, konsultan kebijakan publik, menyoroti pemberian fasilitas umum pada kawasan yang belum memiliki legalitas. Sementara H. Salam Bikwanto dari Perkumpulan Tambang Banyuwangi (Petawangi) mengkritik ketimpangan perlakuan antara tambang legal dan ilegal.

Kritik juga datang dari aktivis sosial, Agus Wahyu Nuryadi, terkait dampak kesehatan masyarakat akibat aktivitas tambang liar. Praktisi hukum Aditya Ruli Delianto, S.H., M.Kn., mempertanyakan praktik penarikan pajak dari tambang ilegal, yang dianggap mencederai keadilan fiskal. Junjung Subowo, aktivis lokal, menyebut jumlah tambang ilegal telah mencapai ratusan titik dan mendesak percepatan legalisasi yang terbuka.

Menanggapi beragam masukan, Kompol Komang menegaskan bahwa penanganan tambang ilegal membutuhkan kerja bersama semua pihak.

“Kami tidak tinggal diam. Penanganan tambang ilegal harus sistematis dan tidak melukai tatanan sosial. Kami pun mendorong agar dinas teknis lebih selektif dalam memberi izin fasilitas di kawasan belum legal,” jelasnya.

Ia juga menambahkan, perhatian terhadap dampak kesehatan masyarakat akan terus didorong dalam forum Timdu. Terkait pungutan retribusi dari tambang ilegal, pihaknya akan melakukan klarifikasi internal dan mendesak koreksi jika ada kebijakan keliru.

“Penegakan hukum harus menjaga marwah keadilan. Jangan sampai kebijakan yang keliru menciptakan preseden buruk,” tegas Kompol Komang.

Dialog ditutup dengan doa oleh KH. Moh. Ikrom Hasan, tokoh ulama yang juga mantan anggota DPRD Banyuwangi. Dalam doanya, ia berharap komunikasi antara rakyat dan pemerintah terus hidup sebagai fondasi pembangunan daerah yang adil dan berkelanjutan.

“Semoga Banyuwangi jadi contoh daerah yang menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin dan hati bersih,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *