banner 728x250

Pengajian “Nelesi Ati” Hidup Kembali, Gairahkan Spiritualitas dan Kepemimpinan Santri

ANYUWANGI, Actanews.id  — Setelah vakum lima tahun, pengajian Ahad pagi “Nelesi Ati” kembali digelar di Pondok Pesantren Adz Dzikra, Kota  Banyuwangi, Minggu (15/6/2025). Kegiatan yang dulu menjaring ribuan jamaah ini kini hadir dengan semangat baru: memperkuat spiritualitas dan karakter kepemimpinan para santri.

Digelar sejak pukul 06.00 WIB di Aula Sidqi Maulana, ratusan jamaah hadir dari berbagai kalangan. Tak hanya wali santri dan keluarga besar pondok, turut hadir Sekretaris MUI Banyuwangi, perwakilan GM FKPPI, aktivis ormas Islam, serta Yayasan LBH Keadilan Indonesia.

KH. Ir. Achmad Wahyudi, S.H., M.H., pengasuh pondok, menegaskan bahwa “Nelesi Ati” bukan sekadar majelis ilmu, tapi ruang silaturahmi, penguatan nilai, serta forum presentasi karya santri. Dalam pengajian perdana ini, sejumlah santri tampil membawakan materi keagamaan, sosial, hingga refleksi kepemimpinan.

“Ini bukan hanya pengajian. Ini jembatan batin antara pesantren, wali santri, dan masyarakat,” ujar KH Wahyudi.

Dalam tausiyahnya, ia mengupas tafsir Surah Al-A’raf dan Al-An’am tentang istidraj, serta Surah Al-Insyirah tentang pentingnya kesabaran. Ia juga menyentuh soal kepemimpinan emosional dengan kisah pribadi yang menginspirasi.

“Kalau hidup makin enak tapi makin jauh dari Allah, itu bukan karunia, itu jebakan. Istidraj,” tegasnya.

Acara juga diwarnai santunan untuk anak yatim dan apresiasi terhadap santri yang tampil percaya diri di hadapan publik. Sekretaris MUI Banyuwangi, Ayung Notonegoro, menyebut kemampuan komunikasi santri sebagai investasi masa depan.

“Berbicara bukan sekadar suara, tapi tanggung jawab. Ini bagian dari warisan kenabian,” ujarnya.

Santri senior dan alumni turut memuji pola pendidikan di pondok yang menanamkan kedisiplinan secara organik. “Tanpa bel, tanpa aturan tertulis, tapi semua tahu kapan harus belajar. Karena sudah jadi budaya,” ujar Ibnu, santri senior.

Uyung Sadewa dari YLBHKI menambahkan, Adz Dzikra bukan hanya mendidik di dalam pondok, tapi juga mengawal santri hingga pasca-lulus.

Kembalinya “Nelesi Ati” menjadi simbol kebangkitan ruhani dan bukti nyata pendidikan berbasis akhlak, kepemimpinan, dan komunikasi yang berakar kuat di tengah masyarakat. (rag)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *