Banyuwangi, Actanews.id – Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat Banyuwangi resmi membuka Lokakarya Penulisan Kreatif Sastra dan Pembuatan Produk Kreatif Berbasis Tradisi Lisan dan Manuskrip, Rabu (28/5), bertempat di Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Banyuwangi. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, 28–29 Mei 2025, dan merupakan bagian dari program Dana Indonesiana dan LPDP, serta masuk dalam agenda resmi Festival Banyuwangi 2025 bertajuk “Banyuwangi Kolo Semono.”
Hari pertama lokakarya menghadirkan narasumber utama Dr. Pudentia MPSS, pakar antropologi terkemuka sekaligus tokoh sentral dalam kajian tradisi lisan di Indonesia. Dalam sesi bertajuk “Tradisi Lisan sebagai Basis Penulisan Sastra”, Dr. Pudentia menguraikan pentingnya tradisi lisan sebagai sumber inspirasi dan kekuatan fondasional dalam penciptaan karya sastra modern yang berakar pada kearifan lokal.
> “Tradisi lisan bukan hanya warisan budaya, tetapi ruang ekspresi kreatif yang terus hidup dan bisa diperbarui. Ia adalah reservoir imajinasi yang tidak pernah habis jika kita tahu bagaimana menggalinya,” ujar Dr. Pudentia dalam sesi pemaparannya.
Menurutnya, tradisi lisan memiliki ekosistem yang kompleks dan hidup—terdiri dari para maestro, pelaku, komunitas, serta ruang-ruang sosialnya yang mencakup pertunjukan, ritual, dan transmisi non-formal. Di tengah tekanan globalisasi dan modernitas, Pudentia mengajak para peserta untuk tidak memandang tradisi sebagai sesuatu yang statis atau usang.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya bridging antara teknologi dan tradisi, sembari menggarisbawahi bahwa media digital bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk menyampaikan nilai-nilai lokal dengan cara yang lebih relevan.
> “Teknologi bukan musuh tradisi. Tantangannya adalah menjaga keintiman dan kedalaman makna dalam penceritaan, meskipun dikemas dalam bentuk digital,” tambahnya. Ia mengutip pemikiran Joseph Bruchac yang menekankan pentingnya pengalaman langsung dan keterlibatan emosi dalam tradisi penceritaan.
Lokakarya ini diikuti oleh beragam peserta dari kalangan akademisi, guru, pegiat literasi, mahasiswa, hingga penulis muda dari berbagai daerah di Banyuwangi dan sekitarnya. Antusiasme peserta terlihat dari keaktifan dalam diskusi maupun praktik menulis berbasis tradisi lisan dan manuskrip yang difasilitasi oleh tim pengarah kreatif HISKI.
Selain sesi konseptual, kegiatan hari pertama juga mencakup penelaahan teks klasik, eksplorasi narasi tradisional daerah, dan bimbingan menulis dengan pendekatan kontekstual. Para peserta diajak untuk mengolah elemen-elemen tradisi menjadi bahan baku sastra kontemporer yang segar dan relevan dengan zaman.
Ketua HISKI Komisariat Banyuwangi, dalam sambutannya, menegaskan bahwa lokakarya ini tidak hanya bertujuan untuk menggali kekayaan lokal, tetapi juga untuk memunculkan karya-karya sastra baru yang mampu menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini.
> “Kami berharap lokakarya ini melahirkan karya sastra yang tidak hanya estetis, tetapi juga sarat nilai dan daya hidup lokal yang mampu menjawab tantangan global,” katanya.
Dengan semangat pelestarian budaya dan inovasi kreatif, Lokakarya Penulisan Sastra Berbasis Tradisi ini menjadi ruang kolaboratif yang menggabungkan kearifan lama dengan semangat baru. Hari pertama pun ditutup dengan optimisme bahwa tradisi tidak akan punah selama terus ditulis, diceritakan, dan diwariskan dalam bentuk-bentuk yang relevan.