banner 728x250

Akses ke Kawasan IMIP Morowali Dinilai Terlalu Tertutup, PW FRN Soroti Prosedur Masuk yang Dianggap Janggal

Morowali – Isu keterbatasan akses menuju kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) kembali mencuat setelah Ketua PW Forum Rakyat Nusantara (FRN), Agus Flores, mengungkap pengalamannya saat mencoba memasuki area tersebut. Berdasarkan laporan masyarakat dan keterangan sejumlah pihak di bawah, akses masuk ke kawasan IMIP disebut sangat ketat dan memerlukan izin khusus dari figur tertentu di tingkat pusat.

Menurut berbagai sumber, termasuk tokoh politik dan aparat keamanan setempat, kunjungan ke kawasan industri strategis itu hanya dapat dilakukan jika individu mengantongi persetujuan yang disebut secara informal sebagai “izin dari jenderal tiga huruf.” Tanpa rekomendasi tersebut, akses masuk disebut hampir mustahil.

Pengalaman Ditolak Masuk

Agus Flores menceritakan bahwa dua tahun lalu ia mencoba masuk ke kawasan IMIP untuk melihat langsung aktivitas di dalamnya. Namun setibanya di gerbang utama, ia langsung dihentikan petugas keamanan.

“Rasa penasaran membawa saya ke IMIP Morowali. Setelah menempuh perjalanan panjang, sampai di gerbang saya langsung dihentikan security berwajah militer,” ujarnya.

Saat ditanya tujuan datang, Agus mengatakan ingin masuk ke kawasan tersebut. Namun petugas kemudian menanyakan identitas, asal-usul, pekerjaan, hingga kepentingan dirinya. Puncaknya, security menanyakan apakah ia membawa rekomendasi dari seorang purnawirawan jenderal TNI berinisial tiga huruf.

“Mendengar itu, saya memilih mundur. Ada kejanggalan dalam regulasi internal IMIP. Mengapa kawasan industri yang berada di wilayah hukum Sulteng mensyaratkan izin dari figur tertentu di pusat, bukan prosedur resmi?” tegasnya.

Kapolres: Pejabat Daerah Pun Tidak Bisa Masuk

Agus mengaku langsung menghubungi Kapolres Morowali kala itu. Namun jawaban yang diterima justru mengejutkan.

“Kata Kapolres, sekelas Kapolda dan Kapolres saja tidak bisa masuk IMIP tanpa rekomendasi tersebut. Apalagi saya yang hanya membawa identitas organisasi wartawan,” ungkapnya.

Kawasan yang Diibaratkan ‘Negara dalam Negara’

Karena akses gerbang ditutup, Agus bersama rekannya memilih menginap di puncak gunung dekat kawasan IMIP. Dari titik itu, ia mengamati langsung aktivitas di dalam area industri tersebut.

“Dari atas, terlihat hiruk pikuk seperti sebuah kota besar. Beberapa menyebutnya seperti ‘Negara Cina Kedua’ atau ‘Hongkong Kecil’ karena aktivitasnya begitu masif,” katanya.

Ia juga menyoroti keberadaan bendera asing yang dinilai lebih menonjol dibandingkan bendera Merah Putih.

“Bendera Cina berkibar besar. Ada bendera Indonesia, tapi ukurannya kecil dan sulit dilihat tanpa alat bantu,” ujarnya.

Selain itu, ia mengaku melihat adanya bandara dan pelabuhan yang beroperasi di dalam kawasan IMIP.

Keesokan harinya, Agus mendatangi kantor Imigrasi untuk menanyakan pengawasan terhadap tenaga kerja asing (TKA) di kawasan tersebut. Namun jawaban petugas kembali menguatkan dugaan adanya batasan akses yang ketat.

“Petugas Imigrasi bilang akses masuk ke IMIP memang sulit karena kebijakan sudah diatur oleh seorang purnawirawan jenderal dari pusat,” ungkapnya.

Agus kembali naik ke puncak gunung untuk mengamati situasi. Ia mengaku melihat pesawat yang menurunkan warga negara Cina di area bandara IMIP.

“Di benak saya, mengapa ada bandara yang tidak memiliki pengawasan ketat dari otoritas negara? Ini bisa jadi celah bagi aktivitas ilegal, seperti penyelundupan narkoba atau masuknya imigran gelap,” ujarnya.

Agus juga menghubungi mantan Bupati Morowali, Anwar Hafid, yang kini menjabat Gubernur Sulawesi Tengah. Menurutnya, jawaban Anwar selaras dengan informasi yang diterimanya.

“Beliau juga bilang tidak sembarang orang bisa masuk IMIP, kecuali yang sudah mendapat rekomendasi dari pusat,” ungkap Agus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *