Banyuwangi, Actanews.id – Aktivitas pengiriman hewan qurban jenis sapi dari Pulau Bali ke Jawa melalui jalur penyeberangan Gilimanuk–Ketapang disorot publik. Pasalnya, pengiriman menggunakan truk besar (TB) yang melintas tampak bebas tanpa pengawasan dan prosedur karantina yang jelas. Fenomena ini terpantau pada Senin (12/05/2025).
Tim investigasi yang bekerja sama dengan Lembaga Diskusi Kajian Sosial Pilar Jaringan Rakyat (LDKS PIJAR) mendapati truk-truk besar bermuatan sapi berhenti di sisi timur jalan, tepat di depan Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Wilayah Kerja (Wilker) Ketapang, yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 113, Kelurahan Bulusan, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi.
Ketua Umum LDKS PIJAR, Bondan, menilai bahwa proses pengiriman hewan tersebut diduga kuat melanggar prosedur karantina yang seharusnya dijalankan dengan ketat guna mencegah penyebaran penyakit hewan. Ia menjelaskan bahwa tata cara karantina meliputi sejumlah tahapan penting seperti pelaporan, verifikasi dokumen, pemeriksaan fisik, hingga proses pengasingan dan pembebasan.
Berikut tahapan prosedur karantina hewan yang semestinya dilalui:
- Pelaporan: Pemilik atau kuasa hewan wajib melapor kepada petugas karantina, idealnya tiga hari sebelum pemasukan hewan.
- Dokumen Karantina: Hewan harus dilengkapi dengan sertifikat kesehatan dari daerah asal serta dokumen pendukung lainnya.
- Pemeriksaan: Petugas melakukan pemeriksaan dokumen dan fisik terhadap hewan.
- Pengasingan dan Pengamatan: Bila perlu, hewan diisolasi di Instalasi Karantina Hewan (IKH).
- Pembebasan: Hewan sehat dan memenuhi syarat akan diberikan sertifikat pelepasan.
- Penolakan: Hewan yang tidak memenuhi syarat dapat ditolak masuk wilayah tujuan.
“Jika prosedur ini diabaikan, maka sangat rawan terjadi penyebaran penyakit hewan, apalagi menjelang Idul Adha saat permintaan meningkat,” ungkap Bondan.
Bondan juga menegaskan bahwa jika tidak ada tindakan dari pihak berwenang, LDKS PIJAR akan mengajukan hearing ke DPRD Banyuwangi pada hari Rabu mendatang. Pihaknya mencurigai bahwa praktik seperti ini sudah berlangsung secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), melibatkan oknum pengusaha dan aparat.
“Fenomena ini kerap terjadi menjelang Idul Adha. Dugaan kami, ini bukan lagi kelalaian, tetapi sudah mengarah pada kongkalikong yang merugikan masyarakat dan membahayakan kesehatan hewan,” pungkasnya.