Actanews.id – Proyek pembangunan bronjong di saluran Klampok, Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri, Banyuwangi terus berjalan meskipun diduga melanggar aturan. Proyek ini dijalankan atas rekomendasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Pengairan Kabupaten Banyuwangi, dengan Surat Nomor 503/2061/429.105/2024 tertanggal 5 Agustus 2024. Namun, keberlanjutannya menimbulkan polemik terkait dugaan pelanggaran batas sepadan saluran yang ditetapkan oleh Dinas Pengairan, tidak didukung surat resmi dari instansi berwenang.
Menurut KPB (Komunitas Pemerhati Banyuwangi) selaku kuasa pendamping pemilik lahan, persoalan ini menunjukkan kinerja dinas yang tidak profesional, serta lemahnya koordinasi antar-instansi pemerintah.
KPB telah melayangkan surat resmi kepada DPU Pengairan agar proyek dihentikan sementara. Ketua KPB, Agung Surya Wirawan, menyebut proyek ini berpotensi melanggar hak tanah milik warga (Anang), selebar sekitar 6 meter dan panjang 24 meter. Bahkan koordinasi dengan pihak Kelurahan dan pemilik lahan (Anang) tidak dilakukan. “Kami telah mengirim surat untuk menghentikan proyek hingga ada kepastian hukum terkait batas sepadan saluran. Namun, proyek tetap berjalan tanpa kejelasan dan tidak ada tindak lanjut positif dari Dinas Pengairan,” tegas Agung, Kamis (7/11/2024).
Inspeksi lapangan yang dilakukan pada 22 Oktober 2024 lalu, yang dilakukan oleh tim DPU Pengairan bersama KPB, serta pemilik lahan (Anang), serta dari perwakilan Kelurahan Boyolangu, mengungkap adanya pelanggaran batas. Pengukuran berdasar surat petok dan gambar kerawangan menunjukkan pembangunan bronjong telah masuk ke lahan milik Anang, yang saat ini dalam proses sertifikasi hak milik.
“Bahkan, keadaan ini diperburuk dengan belum terpasangnya gorong-gorong saluran air dari selokan ke sungai, sehingga air dari selokan tumpah mengalir melewati lahan sebelah milik Anang yang telah bersertifikat,” lanjut Agung.
Agung menambahkan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan Kepala Dinas PU Pengairan, Ir.Guntur Priambodo, yang juga Pj.Sekretaris Kabupaten Banyuwangi, untuk audiensi terkait persoalan ini. Namun, hingga hampir dua pekan berlalu pertemuan yang telah terjadwal di sekeretariat pemda tersebut belum terlaksana, dengan alasan masih TL. “Tanggapan yang lamban dari pihak DPU Pengairan menunjukkan sikap mengabaikan persoalan ini,” ungkapnya.
Sesuai peraturan, proyek yang bersinggungan dengan lahan pribadi seharusnya melibatkan pemilik lahan dan instansi terkait dalam penetapan batas lahan, seperti diatur dalam Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015. DPU Pengairan belum dapat menunjukkan dokumen resmi yang memastikan batas-batas sepadan aliran sebagai dasar batas-batas pembanguanan proyek.
“Kami juga menilai ada mal-administrasi surat rekom proyek ini, dan mendesak agar surat rekomendasi pemasangan bronjong dibatalkan. Dinas pengairan harus menerbitkan dokumen baru yang lebih benar dan tepat,” tegas Agung.
Media ini telah meminta tanggapan dari pihak DPU Pengairan Bayuwangi, pada Anwar Nuris, selaku Pelaksana Sub Koordinator Pemanfaatan dan Pengelolaan Aset, namun belum memberikan komentar.