banner 728x250
opini  

Pemerintah dan Tanggung Jawab Hukum atas Kecelakaan akibat Jalan Rusak dan Ketiadaan Marka

Actanews.id  –  Infrastruktur jalan yang rusak masih menjadi pemandangan yang ada di Kabupaten Banyuwangi, mengancam keselamatan pengguna jalan. Kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh jalan berlubang, ketidakadaan marka, dan minimnya Penerangan Jalan Umum (PJU) berpotensi terjadi secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah infrastruktur bukan sekadar isu teknis, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral dan hukum yang harus diakui oleh pemerintah.

Bupati Banyuwangi mengungkapkan rencana untuk memperbaiki jalan sepanjang 821,4 kilometer pada tahun 2024, mencakup berbagai upaya seperti betonisasi, hotmix, dan pavingisasi. Selain itu, pemerintah juga telah membentuk satuan tugas untuk menangani jalan berlubang. Namun, pertanyaannya adalah: sejauh mana tanggung jawab pemerintah daerah dapat dimintai pertanggungjawaban ketika kecelakaan terjadi akibat kondisi jalan yang tidak layak? Selain itu, bagaimana posisi klaim asuransi dalam konteks ini? Mari kita telaah lebih dalam.

Permasalahan infrastruktur ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ). Pasal 7 menyatakan bahwa penyelenggaraan lalu lintas merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum, dan masyarakat.

Menurut Pasal 24, pemerintah wajib memperbaiki jalan yang rusak yang dapat menyebabkan kecelakaan. Kewajiban ini jelas tercantum dalam Pasal 24, menyebutkan :
1. Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan.
2. Apabila perbaikan belum dapat dilakukan, penyelenggara jalan wajib memberikan tanda atau rambu untuk mencegah terjadinya kecelakaan. (Apa faktanya demikian? meski telah ada satgas jalan berlubang)

Sedangkan pada Pasal 273 menetapkan sanksi tegas bagi penyelenggara jalan yang tidak memenuhi kewajiban ini, bahwa : Pelanggaran yang mengakibatkan luka ringan dapat dikenakan pidana penjara maksimal 6 bulan atau denda hingga Rp12 juta. Sanksi ini meningkat untuk pelanggaran yang menyebabkan luka berat atau kematian. Namun, penegakan hukum terhadap pelanggaran ini jarang terjadi, dan kecelakaan akibat jalan yang buruk tetap terjadi tanpa ada pertanggungjawaban yang berarti dari pihak penyelenggara.

Selain itu, marka jalan dan PJU seharusnya menjadi bagian integral dari keselamatan lalu lintas. Marka jalan membantu menjaga jarak aman antar kendaraan, sementara penerangan yang memadai sangat penting, terutama di malam hari. Ketika fasilitas ini diabaikan, risiko kecelakaan meningkat.

Sayangnya, meski sanksi terhadap pelanggaran ini telah diatur, penegakan hukum masih jauh dari harapan. Banyak korban yang berharap dapat menuntut ganti rugi melalui klaim asuransi, tetapi proses klaim seringkali menemui hambatan.

Berdasarkan Pasal 240, korban kecelakaan memiliki hak untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab serta ganti rugi dari perusahaan asuransi. Namun, laporan dari pihak berwenang, seperti polisi, diperlukan untuk memperkuat klaim, dan proses ini sering kali terkendala oleh birokrasi, seperti harus adanya kesaksian dan lainnya, yang pada akhirnya cenderung pada kecelakaan tunggal, murni kesalahan pengemudi. Sehingga korban lain enggan untuk mengurusnya.

Kecelakaan lalu lintas akibat jalan rusak, ketidakadaan marka, dan minimnya penerangan dapat dikatakan adalah cerminan kegagalan pemerintah dalam memenuhi tanggung jawabnya. Perbaikan jalan dan pengadaan fasilitas keselamatan lalu lintas harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar proyek musiman menjelang pemilu atau kunjungan pejabat tinggi. Ini adalah kewajiban hukum yang diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 2009, dan setiap pelanggaran harus ditindaklanjuti secara tegas.

Masyarakat juga memiliki peran penting. Kesadaran akan hak-hak hukum dan kewajiban pemerintah harus ditingkatkan. Jangan biarkan ketidakadilan terjadi tanpa suara. Pengetahuan akan undang-undang dan hak hukum bisa menjadi alat untuk menuntut perubahan dan keadilan.

Tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan infrastruktur yang aman dan layak harus sejalan dengan kesadaran masyarakat akan hak-hak mereka. Jalan yang rusak, ketiadaan marka, dan minimnya penerangan bukan sekadar masalah teknis; ini adalah isu hukum yang mendesak untuk dtindaklanjuti.

Oleh : Joko Tama, Bwi 6 Oktober 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *