Actanews.id – Didesa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, komunitas adat Using kembali menggelar ritual Keboan Aliyan pada Minggu, (14/7/2024). Acara tahunan ini, yang bertepatan dengan bulan Suro atau Muharram, menjadi momen penting dalam menjaga warisan leluhur dan mengukuhkan identitas budaya.
Ritual Keboan Aliyan dimulai dengan selamatan Sonjo Bareng pada malam Sabtu, 13 Juli, di jalan utama desa. Acara ini dihadiri oleh tokoh masyarakat, budayawan, perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, Forpimka Kecamatan Rogojampi, dan undangan lainnya.
Pada Minggu pagi, sejumlah petani dan warga yang mengenakan pakaian serba hitam menyerupai kerbau mengalami kesurupan. Mereka dipercaya kerasukan roh leluhur setempat dan berkeliling desa dengan diiringi musik gamelan khas Suku Osing. Seluruh rombongan kemudian diarak menuju lapangan baru Desa Aliyan.
Para peserta yang kesurupan berjalan seakan-akan sedang membajak sawah, bergumul di lumpur, dan bergulung-gulung di sepanjang jalan yang dilewati. Ritual ini mencerminkan siklus bercocok tanam, mulai dari membajak sawah hingga menabur benih padi.
Tahun ini, titik pusat berkumpulnya penonton tidak lagi di Kantor Desa, melainkan di area lapangan yang baru. Lapangan ini menjadi saksi berkumpulnya warga Desa Aliyan dan penonton dari luar desa untuk menyaksikan ritual adat Keboan Aliyan.
Dua kelompok warga dari Dusun Krajan, Bolot, Timurejo, dan Cempokosari serta Dusun Sukodono dan Kedawung masing-masing menggelar atraksi di depan para tamu undangan.
Sanggar Sayu Wiwit Aliyan pimpinan Jajulaidik S.Pd diberi kepercayaan panitia untuk menampilkan puluhan anak didiknya dalam berbagai tarian, termasuk Jejer Gandrung, Tari Cakup, Tari Kembang Kemangi, dan Tari Kembang Pethingan.
Kepala Desa Aliyan, Agus Nurbani Yusuf, menjelaskan bahwa kedua kelompok warga yang mengikuti arak-arakan Keboan diyakini memiliki roh leluhur yang berbeda namun tetap terkait erat dengan tradisi adat Keboan. Tradisi ini merupakan ungkapan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar desa dijauhkan dari malapetaka, diberikan keselamatan, dan mendapatkan hasil panen melimpah.
Menjelang upacara adat Keboan, banyak warga Desa Aliyan mengalami kesurupan arwah nenek moyang, yang diyakini sebagai isyarat bahwa ritual adat ini harus segera dilaksanakan. “Warga kesurupan terjadi satu minggu sebelum pelaksanaan, setiap warga yang kesurupan tidak sabar dan meminta agar kegiatan adat tradisi Keboan segera dilaksanakan,” kata Agus.
Agus menambahkan bahwa fenomena kesurupan ini sudah biasa terjadi setiap tahunnya dan menjadi tanda bahwa kegiatan adat tradisi Keboan segera digelar. “Setiap hari jumlah warga yang kesurupan akan terus bertambah, ini adalah hal yang wajar dan menandakan sebagai isyarat untuk kegiatan Keboan segera digelar,” terangnya.
Sebagai bentuk dukungan, pemerintah desa setempat terus mendukung pelaksanaan adat istiadat “Keboan Aliyan” yang telah menjadi bagian penting dari identitas budaya dan warisan leluhur masyarakat Desa Aliyan. (I-Triadi)