Actanews.id, Minggu (23/6/2024) – Pendidikan di Indonesia telah menjadi pilar utama dalam perjalanan panjang sejarah bangsa untuk meraih kemerdekaan dan membangun negara yang berdaulat. Tokoh pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara, dengan tegas menyatakan bahwa mendidik generasi muda adalah kunci untuk membebaskan diri dari penjajahan dan kebodohan melalui pendidikan berbasis kebudayaan nasional.
Alinea IV Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia bertanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, meskipun mencerdaskan kehidupan bangsa seharusnya menjadi tujuan utama, setelah 78 tahun kemerdekaan, tujuan ini masih terlihat sebagai ilusi yang jauh dari kenyataan.
Data menunjukkan bahwa kemampuan membaca, logika berpikir, dan matematika anak-anak Indonesia berada di posisi terendah di dunia. Survei IQ juga menunjukkan bahwa rata-rata IQ orang Indonesia di bawah 40 tahun hanya mencapai 78, salah satu yang terendah di dunia. Ini adalah tanda jelas bahwa pendidikan di Indonesia sedang dalam krisis serius.
Di tengah krisis ini, politik seharusnya mendukung pendidikan sebagai prioritas utama. Namun, kenyataannya, pendidikan seringkali hanya menjadi alat bagi kepentingan politik. Jabatan Menteri Pendidikan, yang seharusnya diisi oleh ahli pendidikan, sering kali diberikan kepada orang-orang dengan latar belakang yang jauh dari pendidikan, seperti pengusaha, pedagang atau politisi. Akibatnya, kebijakan pendidikan sering berubah-ubah dan lebih banyak didorong oleh kepentingan politik daripada kebutuhan nyata pendidikan.
Praktek Pungli bahkan korupsi dalam dunia pendidikan juga menjadi sorotan. Sekolah-sekolah negeri yang seharusnya gratis masih memungut biaya dari orang tua murid melalui berbagai cara, seperti penjualan kain seragam yang mahal dan pungutan untuk kegiatan tambahan seperti study tour. Praktik pungli/korupsi ini mencerminkan betapa rapuhnya sistem pendidikan kita.
Kebijakan pendidikan yang tidak konsisten dan tidak jelas arahnya juga menyebabkan anak-anak mengalami tekanan. Mereka dipaksa belajar eksakta tanpa diberikan cara etika dialektika, sehingga sulit memahami secara mendalam, kehilangan semangat belajar, dan akhirnya bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan minat dan bakat mereka setelah lulus sekolah bahkan lulus Universitas.
Pemerintah harus bertanggung jawab penuh untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan harus gratis dari SD hingga universitas dan kurikulum harus dirancang untuk mengembangkan potensi dan minat siswa. Pemerintah juga harus memastikan bahwa semua anak Indonesia mendapatkan pendidikan berkualitas yang mempersiapkan mereka untuk menjadi pemimpin bangsa di masa depan.
Tanpa perubahan fundamental dalam sistem pendidikan, mimpi untuk membangun generasi emas 2045 akan tetap menjadi angan-angan. Pemerintah yang baru mendatang, harus segera bertindak untuk memperbaiki sistem pendidikan demi masa depan bangsa.
Penulis opini : Agung Suryawirawan
Ketua Komunitas Pemerhati Banyuwangi (KPB)